
MANAJEMEN PENANGANAN HASIL
TETAS DI HATCHERY
PT. PANCA PATRIOT PRIMA
MALANG JAWA TIMUR.
![]() |

Oleh :
SRI IRIANING
23010111120023

PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG


LEMBAR
PENGESAHAN
Judul
PKL : MANAJEMEN PENANGANAN HASIL
TETAS DI HATCHERY PT. PANCA PATRIOT PRIMA MALANG JAWA TIMUR.
Nama Mahasiswa : SRI
IRIANING
NIM : 23010111120023
Program Studi/Jurusan :
S1 PETERNAKAN
Fakultas :
PETERNAKAN DAN PERTANIAN
Tanggal Ujian :
Mengetahui,
|
|
Ketua Laboratorium
Ilmu Ternak Unggas
![]()
NIP.
19540808 198001 1 001
|
Dosen Pembimbing
![]()
NIP. 19560521 198103 2 001
|


RINGKASAN
SRI IRIANING.
23010111120023. 2014. Manajemen Penanganan Hasil Tetas di PT. Panca
Patriot Prima, Division Unit Hatchery Malang. (Pembimbing: DWI
SUNARTI)
Kegiatan Praktik Kerja Lapangan
(PKL) tentang Manajemen
Penanganan Hasil Tetas di PT. Panca Patriot Prima, Division Unit Hatchery Malang
dilaksanakan selama satu bulan mulai 10 Februari - 10 Maret 2014 di
Unit hatcheri Malang,
desa Jabung, Kecamatan Jabung,
Kabupaten Malang, Jawa Timur. Tujuan dari praktek kerja lapangan ini
adalah untuk mengetahui proses kegiatan yang dilaksanakan di dalam suatu
perusahaan penetasan untuk menghasilkan anak ayam yang berkualitas baik. Manfaat dari praktek kerja lapangan ini
adalah untuk menambah ilmu pengetahuan, menambah pengalaman kerja, ketrampilan
dalam proses penetasan sampai penanganan hasil tetas.
Hatchery Jabung merupakan salah satu unit perusahaan PT. panca patriot prima, yang
bergerak di bidang penyediaan bibit ayam (DOC). Hasil produksinya berupa DOC broiler dan layer. Kegiatan penetasan di unit hatchery Jabung yaitu mulai dari penerimaan telur, grading, penyimpanan telur, pre
warm, setting, transfer, hatching, pull chick. Sedangkan penanganan hasil tetas meliputi seleksi, grading,
sexing,
vaksinasi, debeaking, packing dan
kemudian didistribusikan. Pullchick adalah kegiatan mengeluarkan anak
ayam dari mesin hatcher. Dilakukan pada 502-504 jam pemeraman. Grading DOC dilakukan sesuai
dengan grade telur yang masuk. Setelah grading kemudian dilakukan debeaking (potong paruh) untuk DOC
layer. Vaksin yang diberikan pada
DOC, marek’s,. Sexing dilakukan dengan metode perbedaan warna bulu (layer). Presentase fertilitas telur
berkisar antara 80-90%, daya tetas berkisar antara 79-85%
dan saleable chick berkisar antara
85-92%.
Kata
Kunci : manajemen penanganan hasil tetas,
grading,
daya tetas, saleable chick.
KATA
PENGANTAR
Kegiatan
manajemen penanganan hasil tetas merupakan suatu kegiatan yang dilakukan di
dalam suatu usaha hatchery untuk mendapatkan kualitas anak ayam yang baik.
Sehingga kegiatan dalam penanganan hasil tetas harus sebaik baiknya.
Penulis
mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat hidayah dan ilmunya
sehingga laporan praktik kerja lapangan dengan judul manajemen penanganan hasil
tetas ini dapat terselesaikan, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
pihak pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan. Prof.Ir. Dwi Sunarti, M.S. PhD., selaku dosen
pembimbing, Ir. Warsono Sarengat selaku kepala laboratorium Ilmu Ternak Unggas,
Ahmad Ni’matullah Al-Baari, S.Pt.,M.P.,PhD., selaku dosen wali, Zam – Zam Eko,
S.Pt selaku General Manager PT. Panca Patriot Prima, Ach Harris, SH selaku
kepala Personalia PT. Panca Patriot Prima yang telah memberikan kesempatan
untuk melaksanakan praktek kerja lapangan.
Bapak Suparto, Bapak Tohari, Bapak Agus, Bapak Arifin, Bapak Sofyan,
Bapak Dwi selaku supervisor sekaligus pembimbing lapangan dan seluruh staf dan
karyawan PT. Panca Patriot Prima, Unit Hatchery Jabung, kota Malang, Jawa
Timur.
Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu (Kuspinah), Ayah (Ikhsan Rusdiyah)
Kakak (Dini Astuti, Heni Anggraeni, Heri Setiadi, Seti Aisyah), Adik (Kurniawan
Adi Saputra, Desta Chandra Aditya) tercinta yang selalu memberikan semangat dan
dukungan kepada penulis sehingga laporan ini terselesaikan. Teruntuk Ayah Tercinta Achmad Solikh (Alm)
yang selalu memberikan motivasi, kasih sayang dan dukungan sepanjang hidupnya
kepada penulis hingga akhir hayatnya.
Teruntuk teman teman tim PKL (Arif, Jenny, Ghina, Ilmianisa) terima
kasih atas kerja samanya.
Penulis
mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan laporan pkl ini, untuk
itu kritik dan saran yang membangun senantiasa dinanti. Harapan penulis semoga laporan praktek kerja
lapangan ini bermanfaat bagi semua pihak dalam proses pendidikan.
Semarang, April 2014
Penulis

PENDAHULUAN
Semakin maju dunia perunggasan menjadikan industri
perunggasan di Indonesia semakin gencar melakukan
peningkatan hasil produksinya baik secara kualitas maupun kuantitas. Usaha peningkatan produk peternakan
unggas dimulai dari peningkatan kualitas ayam bibit atau “Parent Stock” sebagai penghasil ayam “Final Stock”. Manajemen bibit perlu ditingkatkan untuk menghasilkan DOC (Day Old
Chick) yang berkualitas baik.
Usaha penetasan merupakan parameter
dari suatu usaha peternakan pembibitan dalam menghasilkan telur tetas yang
berkualitas dan merupakan langkah awal dari suatu usaha peternakan baik
komersial maupun pembibitan (breeding). Seleksi yang ketat terhadap ayam bibit parent stock harus
dilakukan oleh perusahaan pembibitan yang bersangkutan untuk dapat memperoleh
anak ayam (Final Stock) yang mempunyai sifat-sifat yang unggul seperti yang
dimiliki oleh tetuanya (Parent Stock) yang dalam hal ini adalah produktivitas dan
nilai ekonomisnya yang tinggi.
Tujuan dari praktek kerja lapangan ini
adalah untuk mengetahui proses kegiatan yang dilaksanakan di dalam suatu
perusahaan penetasan untuk menghasilkan anak ayam yang berkualitas baik. Manfaat dari praktek kerja lapangan ini
adalah untuk menambah ilmu pengetahuan, menambah pengalaman kerja, ketrampilan
dalam proses penetasan sampai penanganan hasil tetas.

TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Bangunan Penetasan
Bangunan
penetasan yaitu bangunan
dengan disain dan
konstruksi khusus yang dirancang sesuai dengan kapasitas
produksi. Dinding bagian dalam berwarna
terang yang terbuat dari bahan kedap air dengan tinggi minimal 2 meter, mudah
dibersihkan dan didesinfeksi serta tidak mudah mengelupas, dinding ruang simpan
telur harus tidak mudah
mengelupas atau berjamur, tahan suhu dingin
dan bersifat insulatif (Permentan No.49, 2006). Untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi serta
untuk mendapatkan sanitasi yang baik, maka penempatan ruang di penetasan
menggunakan sistem one way system (telur berjalan satu jalur). Pada sistem ini, arah angin dapat diatur
sedemikian rupa sehingga akan mengalir dari bagian yang bersih ke arah bagian
yang kotor, arus pembawaan telur tetas, anak ayam, alat – alat, dan sisa – sisa
penetasan harus satu arah tidak boleh bolak balik. (Kartasudjana dan Suprijatna,
2006).
2.2. Bibit
Day Old Chick (DOC) yang berkualitas
adalah yang DOC berasal dari induk yang berkualitas pula. Bibit yang digunakan adalah bibit anak ayam
sehari atau lebih populer dengan sebutan DOC. DOC merupakan cermin dari titik awal kegiatan
beternak, karena apabila titik awalnya kurang baik maka sulit bagi peternak
untuk mendapatkan hasil yang maksimal (Rasyaf, 1994). Ayam final
stock tidak dapat disilangkan lagi, sebab produksi (daging atau telur) dari
hasil persilangan akan mengalami penurunan bahkan mengakibatkan kerugian
(Sudaryani dan Santosa, 2002).
Pemilihan bibit dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yakni dengan menilai bentuk eksterior yang dihubungkan dengan
tipe produksi, seleksi berdasarkan silsilah dengan perkiraan kemampuan ternak
dari sifat nenek moyangnya, seleksi berdasarkan hasil penilaian dalam
performanya, dan seleksi berdasarkan catatan produksi (Hartono dan Isman, 2010).
2.3. Penetasan
Penetasan merupakan proses perkembangan
embrio di dalam telur sampai telur pecah menghasikan anak ayam (Suprijatna et al., 2005). Usaha menetaskan telur ayam artinya
mengeramkan telur supaya menetas, yaitu pecah dan terbuka kulitnya, sehingga
benih yang berkembang di dalamnya menjadi anak ayam hidup.
Proses penetasan telur ada dua cara yaitu
penetasan secara alami dan buatan Suprijatna et al., (2005). Penetasan
alami dilakukan dengan induk ayam yang siap mengeram. Induk ayam mampu
mengerami telur sebanyak 10 - 15 butir, tergantung dari besar kecilnya induk
tersebut. Proses pengeraman berlangsung
selama 21 hari yang dilanjutkan dengan mengasuh anak ayam yang telah
ditetaskan. Penetasan secara buatan
merupakan rekayasa penetasan telur yang sudah tidak menggunakan induk ayam. Menurut Hartono dan Isman (2010) prinsip
penetasan secara buatan adalah mengganti peran induk ayam dalam mengerami
telurnya. Tata
laksana penetasan yaitu suatu rangkaian kegiatan mulai dari persiapan mesin
tetas, pemasukan telur ke dalam mesin tetas, kegiatan rutin selama penetasan,
sampai pada pembersihan mesin tetas setelah penetasan.
Pada suatu
penetasan hanya telur tetas yang memenuhi persyaratan yang digunakan, sedangkan
yang tidak memenuhi persyaratan tidak digunakan karena akan mengganggu jalannya
penetasan, bahkan tidak jarang mengakibatkan kegagalan penetasan. Kualitas fisik telur meliputi hal-hal berikut
yaitu bentuk telur harus normal, berat atau besar telur dan warna kulit telur
harus seragam sesuai strain atau bangsa, telur yang terlalu tipis atau terlalu
porous akan mengakibatkan penguapan isi telur terlalu tinggi sehingga akan
menurunkan daya tetas, telur tetas yang baik permukaan kulitnya harus halus,
tidak kotor, dan tidak retak (Suprijatna et
al., 2005). Pada seleksi telur tetas
dilakukan pengelompokkan telur berdasarkan ukurannya untuk menyeragamkan bobot
DOC. Bobot DOC berkisar 65-68% dari
bobot telur tetas. Kadar air akan hilang
12-13% pada saat transfer di hari 18-19 (Ningrum, 2013).
Telur yang telah
diseleksi dan memenuhi persyaratan segera dimasukkan ke dalam mesin tetas. Namun, bila harus disimpan terlebih dahulu,
penyimpanannya harus benar dan di tempat yang memenuhi persyaratan (Suprijatna et al., 2005). Sebaiknya temperatur ruang penyimpanan telur
adalah 650F (18,30C) dan kelembaban ruang penyimpanan
telur sekitar 75-80% (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Proses penetasan sebaiknya membutuhkan telur
tetas yang berumur kurang dari satu minggu dan frekuensi pemutaran telurnya
sekurang-kurangnya dua kali/hari. Telur
tetas yang lama disimpan tentunya akan mengakibatkan kematian pada embrio dan
proses pemutaran telur yang dilakukan secara tidak teratur dapat menyebabkan
panas yang diterima telur menjadi tidak merata sehinga embrio akan lengket pada
salah satu sisi kerabang dan akhirnya juga menyebabkan kematian embrio (Daulay
et al, 2008).
Perlu diperhatikan
bahwa suhu ruang penetasan harus sedikit diatas suhu telur yang dibutuhkan. Sehingga suhu yang diperlakukan untuk
penetasan telur ayam menurut kondisi buatan dapat sedikit berbeda dengan suhu
optimum telur untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Mulai hari pertama hingga hari kedelapan belas
diperlukan suhu ruang penetasan antara 99 – 1000F (35 – 41,110C),
sedangkan pada hari kesembilan belas hingga menetas, sebaiknya suhu diturunkan
sekitar 2 – 30F (0,55 – 1,110C). Adapun suhu yang umum untuk penetasan telur
ayam adalah sekitar 101 – 1050F (38,33 – 40,550C) atau
rata – rata sekitar 100,40F (Hartono dan Isman, 2010). Telur ayam akan menetas pada penetasan buatan
(menggunakan mesin tetas bila tersedia temperatur sekitar 95-1050F
(35-40,50C) (Suprijatna et al.,
2005).
Candling
adalah peneropongan dengan menggunakan sinar untuk melihat perkembangan embrio
di dalam telur yang ditetaskan. Kegunaan
peneropongan ini adalah untuk mengeluarkan telur yang infertil dan embrio yang
mati dalam penetasan setelah dilakukan peneropongan. Telur yang infertil dan embrio yang mati akan
menghasilan gas berbau dan merugikan dalam mesin tetas (Hartono dan Isman, 2010).
Frekuensi pemeriksaan / peneropongan
telur selama penetasan cukup tiga kali yaitu pada hari ke-5 atau ke-7, pada
hari ke-14 dan pada hari ke-3 sampai ke-2 menjelang telur menetas (Suprijatna et al., 2005).
2.4. Penanganan Pasca
Penetasan
Penanganan
pasca penetasan terdiri dari pull chick
(pengumpulan DOC), seleksi dan afkir pada ayam yang menetas, pemisahan jantan
dan betina, sedangkan pada ayam broiler dapat langsung dikemas dan dikirim ke
konsumen segera setelah divaksinasi.
2.4.1. Pull Chick
Pulling the hatch adalah proses
pengeluaran dan pengumpulan DOC dari mesin hatcher ke ruangan pull chick pada
hari ke-21. Anak ayam yang telah menetas
sebaiknya segera dikeluarkan dari mesin tetas, kira-kira setelah 95% bulunya
sudah kering kemudian dipindahkan dari bagian penetasan ke ruang pull chick
dengan suhu 75o F (23,9o C), tujuannya untuk mengurangi
cekaman panas pada DOC (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Standar kualitas DOC yang baik adalah
sehat, mata bersinar, anusnya tidak terdapat kotoran yang menempel, pusar tidak
hitam, tidak dehidrasi, warna bulu seragam mewakili bangsanya dan tidak
memiliki kelainan fisik yaitu antara lain kaki bengkok, jari kaki kurang atau
paruh bengkok (Suprijatna et al 2005).
2.4.2. Seleksi dan Culling
Seleksi adalah
memilih ayam yang kualitasnya memenuhi standar dari kelompoknya meliputi
kesehatan, aktifitas, warna bulu, dan performa. Culling adalah
proses pengeluaran DOC yang tidak diinginkan dari kelompoknya dengan cara
melihat tanda-tanda kelainan atau cacat yang diderita (Hartono dan Isman,
2010). DOC diseleksi terlebih dahulu
karena tidak semua DOC yang menetas baik untuk dipelihara. Tujuan dari penilaian atau proses seleksi
adalah untuk mendapatkan anak ayam yang sehat dan berkualitas baik (Sudaryani
dan Santosa, 2002 ciri-ciri DOC yang baik yaitu berat badan tidak kurang dari 32 gram,
berperilaku gesit, lincah dan aktif mencari makan, kotoran tidak menempel pada
dubur, posisi di dalam kelompok selalu tersebar, rongga perut elastis, pusar
kering tertutup bulu kapas yang halus, lembut dan mengkilap, mata bulat dan cerah Sudarmono (2003). Ciri-ciri
DOC yang baik menurut SNI (2005) yaitu bobot kuri per ekor minimal 37 gram;
kondisi fisik sehat, kaki normal dan dapat berdiri tegak, paruh normal, tampak
segar dan aktif, tidak dehidrasi, tidak ada kelainan bentuk dan tidak cacat
fisik, sekitar pusar dan dubur kering dan pusar tertutup, warna bulu seragam
sesuai dengan warna galur (strain)
dan kondisi bulu kering dan berkembang, jaminan kematian kuri maksimal 2%.
2.4.3 Sexing
Metode yang dikenal dalam melakukan sexing
ada empat cara yaitu: 1) metode biokimia, yaitu metode yang melibatkan
identifikasi kromosom melalui karyotyping atau karakteristik susunan pita DNA
dengan analisis DNA dan dengan cara biokimia lainnya, 2) metode instrument,
merupakan metode dengan menggunakan alat optik yang memiliki kesamaan dengan
protoscop yaitu untuk melihat dan membedakan organ reproduksi pada DOC
tersebut, 3) metode lubang kloaka, yaitu metode yang dikembangkan untuk membedakan
jenis kelamin dengan mengamati perbedaan yang amat kecil pada anatomi kloaka,
dan 4) metode auto sexing yaitu
metode yang digunakan untuk membedakan DOC jantan dan betina berdasarkan warna
bulu maupun bentuk bulu (wilson et al., 1997). Ditambahkan pula oleh Suprijatna et al.
(2005), sexing dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain: metode buka
kloaka, perbedaan warna bulu, dan perbedaan panjang bulu sayap.
Penentuan jenis kelamin menurut Wilson et
al. (1997), metode yang paling umum digunakan adalah metode lubang kloaka dan
metode auto sexing hal ini karena selain murah, mudah, cepat, dan juga tidak
akan melukai DOC tersebut. Dijelaskan lebih lanjut oleh Ensminger (1992) bahwa
sexing melalui metode perbedaan warna bulu (auto sexing) dilakukan dengan
membedakan antara warna yang gelap dengan warna cerah karena DOC dengan warna
keemasan, coklat, dan merah biasanya jantan, selain itu sexing berdasarkan bulu
sayap dilakukan berdasarkan ciri tertentu pada bulu primer dan sekunder pada
bagian sayap dimana DOC betina keluar bulu primernya akan lebih cepat
dibandingkan dengan betina, sedangkan sexing berdasar identifikasi pada kloaka
dilakukan dengan melihat bagian organ DOC yaitu dengan menggunakan alat khusus
untuk melihat testis.
2.4.4. Vaksinasi
Vaksin adalah mikroorganisme yang
dilemahkan dan apabila diberikan kepada hewan tidak akan menimbulkan penyakit,
melainkan merangsang pembentukan antibodi yang sesuai dengan jenis vaksinnya
().
Suprijatna et al. (2005) menjelaskan bahwa vaksinasi dapat didefinisikan
sebagai suatu kegiatan memasukkan suatu bibit penyakit (mikroorganisme)
tertentu yang telah dilemahkan ke dalam tubuh ternak dalam rangka menumbuhkan
kekebalan tubuh terhadap penyakit tertentu tersebut. Hal ini juga tercantum dalam peraturan menteri
pertanian (2008) bahwa vaksinasi adalah proses memasukkan bibit penyakit baik
yang sudah dimatikan maupun yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh hewan agar
tubuh hewan mampu membentuk kekebalan terhadap penyakit tersebut..
Pemberian vaksin dilakukan saat ayam mulai menetas, biasanya dilakukan dengan
metode injeksi subcutan (pada pangkal
leher bagian belakang) dan metode spray,
karena DOC memiliki sedikit daging pada dada dan paha.
Tipe vaksin yang diberikan pada DOC
antara lain yaitu, vaksin virus hidup (Live
Virus Vaccine) merupakan virus di dalam vaksin masih hidup dan memiliki
kemampuan yang lengkap untuk menghasilkan kekebalan tubuh terhadap suatu
penyakit sehingga bisa menangkal penyakit yang menyerang tubuh ayam. Vaksin
yang dilemahkan (Attenuated Vaccine)
adalah vaksin yang dibuat dengan cara melemahkan organisme aktif, sehingga
ketika diberikan ke ayam akan menghasilkan kekebalan tubuh terhadap suatu
penyakit dalam bentuk yang lebih ringan, dan vaksin yang di matikan (Killed Vaccine) menggunakan organisme
untuk menghasilkan vaksin yang telah dimatikan dan tidak memiliki kemampuan
untuk menularkan penyakit kepada ayam, namun memiliki kemampuan untuk
memproduksi antibodi ketika vaksin digunakan.
2.4.5 Debeaking
Perusahaan penetasan sekarang telah
banyak yang melakukan potong paruh pada DOC untuk mencegah kanibalisme serta
mematuk bulu, apabila dipotong ketika kecil maka paruh tersebut biasanya tidak
akan tumbuh kembali sampai periode pertumbuhan atau grower, ketika memasuki
periode pergantian pullet biasanya memerlukan pemotongan kembali (Ensminger, 1992).
Menurut Hasemann dan Beyer (1998), pemotongan paruh merupakan usaha yang
terbaik dan efektif bila dilakukan dengan electric trimmer karena selain lebih
akurat juga mengurangi pendarahan selama prosedur. Ditambahkan oleh bahwa
potong paruh biasanya diperlukan kembali jika ayam menjadi kanibal pada periode
pertumbuhan dan periode petelur (masa bertelur).
2.4.6. Pengemasan DOC
Banyak cara
yang dilakukan untuk mengurangi kematian anak ayam selama proses transportasi,
salah satunya dengan mendesain bentuk box
DOC. Box DOC berbentuk persegi empat
dengan luas dasar lebih besar dibanding dengan luas bagian atas, dimaksudkan
agar pada saat penyusunan box dalam kendaraan pengirim anak ayam,
lubang ventilasi pada tutup box tidak
tertutup, sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan lancar (Rasyaf, 1995).
Bentuk dan ukuran box disesuaikan dengan jumlah anak ayam yang akan
ditempatkan, suhu lingkungan dan jarak pengiriman yang ditempuh ()
Proses
pengepakan atau pengemasan DOC menggunakan kotak, setiap kotaknya berisi 100
ekor DOC yang dibagi atas empat petak, dimana tiap petak berisi 25 ekor (Rasyaf
1995). Pada kotak kemasan perlu dicantumkan label yang memuat keterangan
seperti tanggal dan jam DOC menetas, galur (strain) DOC, jumlah isi kemasan,
nama dan alamat perusahaan, nama peternak/penerima dan alamat, vaksinasi yang
telah diberikan, serta cap perusahaan pengirim (Kartasudjana dan Suprijatna,
2006).
2.4.7. Penempatan di Pre Loading Area
DOC disimpan di
ruang penyimpanan (pre loading area) sebelum dikirim ke peternak. Temperatur
pre loading area sekitar 24o C dan kelembapan 75%, hal ini bertujuan
untuk menghindari pengaruh udara dingin dari luar agar tidak terjadi dehidrasi
pada DOC. DOC secepatnya dikirim ke peternak maksimal 8 jam sejak
menetas, selama dalam penyimpanan kotak kemasan boleh ditumpuk tetapi dianjurkan
tidak lebih dari 15 tingkat (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Pengiriman DOC
harus dilakukan pada pagi atau sore hari, tujuannya untuk menghindari
temperatur panas selama perjalanan yang dapat berakibat fatal terhadap DOC,
yaitu terjadi dehidrasi dan kematian.
2.5. Evaluasi Hasil Tetas
Evaluasi hasil tetas
dilakukan setelah telur menetas, pelaku usaha penetasan harus segera melakukan
evaluasi dan pencatatan (recording) terhadap hasil penetasan yang diperoleh. Pencatatan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan pelaku usaha penetasan untuk meningkatkan kualitas hasil tetas. Evaluasi dan pencatatan meliputi daya tetas,
kondisi kesehatan setelah penetasan, tingkat kematian, fertilitas dan telur
telur yang tidak menetas akibat dead in shell (Hartono dan Isman, 2010). Dalam
suatu penetasan tidak seluruh telur menetas secara bersamaan. Pada perusahaan penetasan komersial, lama
penetasan ditetapkan 500 jam, setelah diketahui jumlah telur yang menetas dan
tidak maka keberhasilan penetasan dapat dihitung dengan cara menghitung daya
tetas (hatchability) (Suprijatna,
2005). Fertilitas adalah perbandingan antara telur fertil dan
jumlah telur yang diinkubasi bahwa Suprijatna dan Kartasudjana (2006) yang
menyatakan bahwa fertilitas telur ayam berkisar antara 88-89%. Menurut wilson (2004) bahwa telur yang
infertil disebabkan oleh beberapa hal yaitu: rasio jantan dan betina yang
terlalu besar, pejantan yang belum matang, nutrisi pakan yang rendah pada
pejantan, adanya parasit ataupun penurunan frekuensi perkawinan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sejarah
Perusahaan
Berawal
dari bergabungnya 5 orang pelaku peternakan di Jawa Timur dan Jawa Tengah, pada
tahun 2000 dirintislah pendirian Feedmill
dan Breeding Farm yang memilih
domisili Jawa Timur, kemudian diberi nama PT. Panca Pariot Prima. Berdiri pada tanggal 18 januari 2000 sesuai
dengan akta pendirian bertanggal 18 januari 2000 dengan nomor 5 merupakan
perusahaan lokal (PMDN). PT. Panca Patriot Prima
mempunyai usaha di Feedmill dan Breeding Farm yang berkantor pusat di
Jl. Muncul industri II no 11 Gedangan, Sidoarjo – jawa timur berdiri. Saat ini PT Panca Patriot Prima
mempunyai dua pabrik pakan di Gedangan dan Pandaan, 9 (sembilan) farm dan 2
(dua) hatchery yaitu unit hatchery Lawang
dan unit hatchery Jabung.
Unit hatchery
Jabung Malang, merupakan hatchery ke 2 (dua) setelah unit hatchery Lawang, unit hatchery
Jabung berdiri pada bulan januari tahun 2008 yang berlokasi di dusun krajan
desa jabung kecamatan jabung. Unit hatchery jabung menampung seluruh
pasokan atau kiriman telur dari unit unit breeding yang dimiliki oleh PT. Panca
Patriot Prima. Pemasaran dari hasil
produksi berupa anak ayam atau DOC broiler maupun layer yang didistribusikan
kepada peternak yang tergabung dalam sistem kemitraan dengan PT. Panca Patriot
Prima yang tersebar hampir di seluruh jawa timur serta ada sebagian kecil di
wilayah jawa tengah dan jawa barat.
4.2. Keadaan Umum
PT. Panca Patriot Prima feedmill dan breeding farm Division Unit Hatchery Jabung terletak di Dusun Krajan, Desa Jabung, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, Jawa
Timur. Ketinggian wilayah Kecamatan
Jabung + 500 m dari permukaan laut dengan suhu
maksimum 32° C dan suhu minimum 32° C, sedangkan curah hujan 350 mm / tahun. Batas – batas wilayah kecamatan Jabung yaitu
di sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Tumpang, sebelah barat berbatasan
dengan kecamatan Singosari, sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Pakis,
dan di sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Tutur, kabupaten Pasuruan
(Peta wilayah terlampir).
Luas lahan PT.
Panca Patriot Prima feedmill dan breeding farm Division Unit Hatchery Jabung secara keseluruhan yaitu 1,1 Ha. Lahan
tersebut dibagi menjadi 1 unit yaitu unit hatchery
yang terdiri atas pos penjaga, tempat parkir, kantor, mess karyawan, ruang
sanitasi, bangunan penetasan, ruang mekanik dan tempat pengolahan limbah.
4.3. Struktur Organisasi
Struktur organisasi PT.
Panca Patriot Prima feedmill dan breeding farm Division Unit Hatchery Jabung, dipimpin oleh General manager yang bertugas
mengendalikan jalannya proses produksi pada umumnya. Dalam pelaksanaannya, general
manager dibantu oleh supervisor
yang bertugas sebagai pengawas seluruh kegiatan proses produksi di PT. Panca
Patriot Prima, unit hatchery Jabung
(Struktur organisasi terlampir). Supervisor dibantu oleh beberapa bagian
antara lain, administrasi keuangan adalah bagian yang bertugas untuk melakukan
proses pencatatan dan pembuatan laporan mengenai sirkulasi pengeluaran keuangan
yang berhubungan dengan pembelanjaan kebutuhan operasional yang diperlukan
selama proses produksi serta pembayaran gaji tenaga kerja. Administrasi hatchery adalah bagian yang bertugas untuk melakukan proses
pencatatan dan pembuatan laporan mengenai hasil telur yang masuk mulai dari grading sampai dengan menetasnya DOC
yang telah siap dikirim. Bagian grading adalah bagian yang bertugas
melakukan penyeleksian telur yang akan dimasukan ke dalam mesin tetas. Bagian produksi adalah bagian yang bertugas melakukan
proses pemeraman telur ayam sesuai dengan standar yang telah ditetapkan serta
melakukan candling untuk memastikan
bahwa telur yang menjalani proses penetasan tersebut akan menghasilkan DOC yang
berkualitas baik. Bagian serbaguna
adalah bagian yang bertugas melakukan kebersihan dan perawatan lingkungan hatchery. Bagian keamanan ataupun satpam adalah bagian
yang bertugas menjaga keamanan lingkungan luar maupun dalam dan melakukan
beberapa bagian pendukung guna menunjang jalannya roda perusahaan. Bagian distribusi dan pemasaran adalah bagian
yang bertugas melakukan proses pemasaran DOC. Dalam pelaksanaanya dibantu oleh sopir
ekspedisi yang bertugas mendistribusikan dan mengirimkan DOC ke peternak. Secara keseluruhan jumlah
karyawan PT. Patriot Panca Prima Breeding
Farm and hatchery Division Unit Hatchery Jabung memiliki 73 karyawan
yang terdiri dari karyawan kontrak sebanyak 67 orang dan karyawan tetap
sebanyak 6 orang.
4.4. Bangunan Penetasan
Bangunan penetasan unit hatchery Jabung PT. Panca Patriot Prima,
terdiri dari bangunan utama yaitu bangunan hatchery
dan bangunan penunjang antara lain kantor, ruang satpam, tempat parkir, mess
karyawan, ruang mekanik. Bangunan
hatchery terbagi atas beberapa ruang yaitu: ruang sanitasi untuk masuk karyawan
dan kendaraan, ruang penerimaan HE, ruang grading HE, ruang set HE “egg room”,
ruang setter, ruang candling HE, ruang “hatcher”, ruang pull chick, ruang seleksi DOC, ruang packing DOC, ruang penyimpanan DOC sementara, gudang teknik hatchery, gudang penyimpanan box DOC,
ruang genset (Lay-out terlampir). Prinsip
tata ruang yang dianut pada unit hatchery
Jabung PT Panca Patriot Prima adalah “one way sistem” artinya kegiatan
penetasan dilakukan secara satu jalur. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kartasudjana dan Suprijatna (2005) yang menyatakan bahwa Untuk mendapatkan
efisiensi yang tinggi serta untuk mendapatkan sanitasi yang baik, maka
penempatan ruang di penetasan menggunakan sistem one way system (telur berjalan satu jalur). Pada sistem ini, arah
angin dapat diatur sedemikian rupa sehingga akan mengalir dari bagian yang
bersih ke arah bagian yang kotor, arus pembawaan telur tetas, anak ayam, alat –
alat, dan sisa – sisa penetasan harus satu arah tidak boleh bolak balik.
4.5. Mesin Tetas
Mesin tetas yang digunakan di
Unit hatchery Jabung PT. Panca
Patriot Prima adalah merek Pas Reform dari belanda. Jumlah mesin “setter” yang ada di perusahaan
ini berjumlah 24 mesin, sedangkan mesin “hatcher” juga berjumlah 24 mesin. Kapasitas mesin “setter” pas reform adalah
115.200 butir telur. Mesin setter terdiri dari: ruang kamar, sensor temperatur,
bak “humidity”, selenoid heater, valve, box
panel, alarm, pipa cooling, roal humidity, dan kipas. Mesin tetas yang dimiliki oleh PT. Panca Patriot
Prima menggunakan sistem single stage
yaitu penetasan telur dengan menggunakan mesin tetas tersebut secara
bergiliran.
4.6. Proses
Penetasan
![]() |
|||||||
![]() |
![]() |
||||||
![]() |
Ilustrasi 1. Alur Proses Produksi di Hatchery Jabung.
Telur
mengalami beberapa proses dalam perusahaan penetasan, seperti dapat dilihat di
ilustrasi 1. Antara lain
penerimaan telur, grading dan
seleksi, penyimpanan di egg room, pre-warming, setting, transfer, dan hatching. Kemudian setelah 21 hari pemeraman baru dilakukan pull chick dan kegiatan lainnya untuk
menjaga kualitas DOC yang dihasilkan.
Proses penerimaan telur dilakukan di ruang
grading. Telur yang diterima kemudian
dilakukan pencatatan jumlah telur, seleksi dan grading. Setelah pencatatan
jumlah telur tetas, kemudian dilakukan seleksi dan grading. Tujuan dari seleksi
dan grading adalah untuk mendapatkan
telur tetas yang berkualitas baik. Termasuk ke dalam grade out antara lain telur dengan kondisi kotor, retak, pecah,
kecil, jumbo dan ekstrim abnormal seperti yang terlihat pada ilustrasi 2. Hal
ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al.
(2005) bahwa Kualitas fisik telur meliputi hal-hal berikut yaitu bentuk telur
harus normal, berat atau besar telur dan warna kulit telur harus seragam sesuai
strain atau bangsa, telur yang terlalu tipis atau terlalu porous akan mengakibatkan penguapan isi telur terlalu tinggi
sehingga akan menurunkan daya tetas, telur tetas yang baik permukaan kulitnya
harus halus, tidak kotor, dan tidak retak. Gambar telur dapat dilihat pada
ilustrasi 2 dan 3 berikut.
|
Ilustrasi 2. Telur Cangkang
tipis,
![]() |
Ilustrasi 3. Permukaan
Telur Tidak Halus
Telur yang sudah selesai diproses di ruang
grading kemudian dimasukkan ke dalam egg room untuk menunggu disetting. Di dalam egg
room, telur dipisah sesuai dengan asal farm,
kandang dan tanggal produksi. Suhu di egg
room yaitu mulai dari 16 - 180C dengan kelembaban relatif mulai
dari 53%. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasudjana dan Suprijatna (2006)
yang menyatakan bahwa sebaiknya temperatur ruang penyimpanan telur adalah 650F
(18,30C) dan kelembaban ruang penyimpanan telur sekitar 75 - 80%.
Telur
yang akan disetting terlebih dahulu dilakukan pre-warming yang bertujuan agar telur tidak mengalami shock temperatur. Suhu dalam ruang pre-warming
yaitu 260C. Setting
telur yaitu proses pemasukkan telur ke dalam mesin setter. Telur berada di dalam mesin setter selama 18 hari. Set point
suhu pada mesin tersebut yaitu antara 98°F
-1000F dengan humidity 53%. Hal
ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et
al. (2005) bahwa telur ayam akan
menetas pada penetasan buatan (menggunakan mesin tetas) bila tersedia
temperatur sekitar 95-1050F (35-40,50C). Beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam ruang setter
untuk menunjang keberhasilan proses penetasan, antara lain temperatur 26-280C,
kelembaban relatif 53%, ventilasi, serta melakukan
turning atau pembalikan telur dengan posisi 450
setiap 1 jam sekali. Tujuan dari pembalikan
telur yaitu agar embrio tidak melekat pada kerabang telur, memaksimalkan
pemanfaatan protein cangkang, serta melancarkan sirkulasi udara untuk embrio. Menurut
Daulay et., all (2008) bahwa frekuensi pemutaran
telur sekurang-kurangnya dua kali/hari dan proses pemutaran telur yang
dilakukan secara tidak teratur dapat menyebabkan panas yang diterima telur menjadi
tidak merata sehinga embrio akan lengket pada salah satu sisi kerabang dan
akhirnya juga menyebabkan kematian embrio.
Telur diperam selama 18 hari kemudian melakukan
kegiatan candling dan transfer telur ke mesin hatcher. Candling
bertujuan untuk memisahkan telur berembrio, telur terang (infertil, mati di awal) dan telur pecah bahkan meletus yang
disebabkan oleh telur tetas yang kotor. Hasil
candling dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Candling Telur Tetas
Layer
Tanggal
setting
|
Setting
(butir)
|
Infertil
|
explode
|
Fertil
|
|||
|
|
Jumlah
|
%
|
Jumlah
|
%
|
Jumlah
|
%
|
20-01-2014
|
64612
|
3500
|
5.4
|
111
|
0.2
|
61001
|
94.4
|
27-01-2014
|
60327
|
3250
|
5.4
|
103
|
0.2
|
56974
|
94.4
|
03-02-2014
|
75926
|
4150
|
5.5
|
174
|
0.2
|
71602
|
94.3
|
Sumber: PT. Panca Patriot Prima, Unit Hatchery
Jabung, 2014.
Dari hasil candling telur tetas tersebut
terdapat telur yang fertil, infertil, dan telur explode (busuk). Telur yang
fertil kemudian ditransfer ke ruang hatcher, untuk ditetaskan, suhu
di ruang hatcher yaitu 98°F - 1000F
dengan kelembaban relatif 53-65%. Telur
yang infertil tersebut kemudian dikumpulkan untuk dijual sebagai telur konsumsi
dengan harga Rp. 200,00 per butir telur, sedangkan telur yang explode
dikumpulkan dan dibuang di tempat pembuangan limbah agar tidak mencemari lingkungan
karena telur yang explode sudah
berbau busuk dan bentuknya juga sudah rusak. Telur yang explode
berasal dari telur tetas yang kotor atau mengalami kerusakan pada saat
pemeraman sehingga mikroorganisme masuk ke dalam telur tetas dan mengakibatkan
pembusukan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Hartono dan Isman (2010) bahwa penyebab telur pecah
atau meletus di dalam mesin tetas adalah telur terkontaminasi bakteri akibat
terdapat cemaran pada telur contohnya tertempelnya kotoran ayam, tanah atau
bekas pakan yang dapat menjadi tempat bersembunyinya mikroorganisme. Pada
hari ke-21 apabila telur sudah mengalami
10%
menetas, kemudian melakukan
evaporasi atau
penguapan formalin dengan dosis 750
cc/hatcher. Fungsi formalin yaitu
sebagai desinfeksi dan memberi
warna kuning pada bulu. Warna
bulu yang kuning cerah lebih menarik konsumen, karena warna bulu asli DOC
adalah berwarna pucat. Hal
ini sesuai dengan pendapat Kartasudjana dan Suprijatna (2006) bahwa ada
beberapa peternak yang melakukan fumigasi anak ayam sebelum dikeluarkan agar
warna bulu anak ayam menjadi lebih kuning. Namun,
hal ini tidak dianjurkan kecuali kalau anak ayam terjangkit penyakit.
Anak
ayam yang sudah menetas kemudian dilakukan pull
chick atau tarik
ayam dan dilakukan beberapa penanganan DOC pasca penetasan yang meliputi,
seleksi, sexing, debeaking
(untuk layer betina), vaksinasi, packing,
kemudian di distribusikan. Proses penanganan DOC baik layer maupun broiler dapat
dilihat di ilustrasi 4.
4.7. Penanganan DOC Pasca Penetasan
![]() |
Ilustrasi 4. Alur Penanganan
hasil tetas di PT. Panca Patriot Prima unit
Hatchery Jabung.
4.7.1. Pull
Chick
Pull chick
atau tarik ayam yaitu proses pengeluaran DOC dari mesin hatcher. Pull chick
dilakukan setelah 21 hari pemeraman
atau sekitar 504 jam.
Hal ini tidak sesuai
dengan pendapat Suprijatna, et al.
(2005) bahwa pada perusahaan penetasan komersial, lama penetasan ditetapkan 500
jam. Penambahan lama waktu
pemeraman dapat menyebabkan DOC dehidrasi. Keragaman
lama waktu pemeraman disebabkan karena perbedaan ukuran telur. Semakin
besar telur maka telur tersebut membutuhkan panas yang lebih banyak untuk menetas,
sehingga memerlukan waktu inkubasi yang lebih lama. Faktor
yang berpengaruh terhadap besar kecilnya ukuran telur yaitu usia induk. Semakin
tua usia induk maka telur yang dihasilkan semakin besar sehingga membutuhkan
panas yang lebih banyak. Seperti yang dijelaskan oleh Suprijatna et al.
(2005) bahwa telur pertama yang dihasilkan oleh induk lebih kecil daripada yang
dihasilkan berikutnya. Ukuran telur secara
bertahap meningkat sejalan dengan mulai teraturnya induk bertelur.
Timing
pada saat pull chick harus tepat
yaitu pada saat bulunya sudah kering dan dapat berdiri tegak. Hal
ini bertujuan untuk mencegah terjadinya cacat pada anak ayam. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasudjana dan
Suprijatna (2006) yang menyatakan bahwa Pulling
the hatch adalah proses pengeluaran dan pengumpulan DOC dari mesin hatcher ke
ruangan pull chick pada hari ke-21. Anak ayam yang telah menetas sebaiknya
segera dikeluarkan dari mesin tetas, kira-kira setelah 95% bulunya sudah kering
kemudian dipindahkan dari bagian penetasan ke ruang pull chick dengan suhu 75o
F (23,9o C), tujuannya untuk mengurangi cekaman panas pada DOC.
4.7.2. Seleksi
DOC
Setelah selesai proses pull chick, kemudian DOC diseleksi. Berdasarkan data hasil penetasan PT. Panca
Patriot Prima bulan februari 2014 terdapat 80% DOC saleable chick 82,3%, 2,7
% DOC afkir , dan 11,7 % DIS (dead in
shell) (data dapat dilihat pada lampiran ).
Hal yang perlu diperhatikan dalam seleksi yaitu kesehatan dan cacat
fisik anak ayam. Ciri-ciri DOC yang baik
antara lain pusar tertutup sempurna dan berwarna sama dengan bulunya, tidak
kuning, hitam dan juga tidak terdapat tali seperti antena, paruh normal, jumlah
bagian tubuh normal, kotoran tidak menempel pada dubur. DOC yang sehat dapat dilihat pada ilustrasi
5. Sesuai dengan pendapat Sudarmono
(2003) bahwa ciri-ciri DOC yang baik yaitu berat badan tidak kurang dari 32
gram, berperilaku gesit, lincah dan aktif mencari makan, kotoran tidak menempel
pada dubur, posisi di dalam kelompok selalu tersebar, rongga perut elastis,
pusar kering tertutup bulu kapas yang halus,
lembut dan mengkilap, mata bulat dan cerah. Ciri-ciri DOC yang baik menurut SNI (2005)
yaitu bobot kuri per ekor minimal 37 gram; kondisi fisik sehat, kaki normal dan
dapat berdiri tegak, paruh normal, tampak segar dan aktif, tidak dehidrasi,
tidak ada kelainan bentuk dan tidak cacat fisik, sekitar pusar dan dubur kering
dan pusar tertutup, warna bulu seragam sesuai dengan warna galur (strain) dan kondisi bulu kering dan
berkembang, jaminan kematian kuri maksimal 2%.
|
Ilustrasi 5. DOC yang sehat
sedangkan DOC yang jelek
mempunyai ciri – ciri bulu kering karena dehidrasi, pusar tidak tertutup
sempurna, kuning telur tidak terserap sempurna (omphalitis), kaki bengkok dan
tidak dapat berdiri tegak, jari kaki kurang atau lebih, paruh bengkok, kerdil,
terdapat kotoran pada anus. DOC yang
jelek dapat dilihat pada ilustrasi 7 berikut.
|
Ilustrasi
6. DOC dehidrasi,
|
Ilustrasi 7. DOC
dengan pusar tidak tertutup penuh.
DOC yang tidak layak jual kemudian diculling
dan dimusnahkan kedalam karung untuk selanjutnya digunakan untuk pakan lele. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna
bahwa seleksi anak ayam yang baru menetas merupakan
pemisahan antara anak ayam yang baik dengan yang tidak baik. Anak ayam yang baik dapat dikelola lebih
lanjut, sedangkan yang buruk harus diafkir.
Telur yang tidak menetas karena mati dalam
cangkang (dead in shell) disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain temperatur penetasan pada 3 hari terakhir
terlalu tinggi ataupun terlalu rendah.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hartono dan Isman (2010) yang menyatakan
bahwa penyebab dead in shell adalah
sirkulasi udara pada inkubator yang kurang bagus menyebabkan pasokan oksigen
tidak memadai, temperatur pada hari ke-20 hingga ke-21 terlalu tinggi atau
terlalu rendah. Temperatur hatcher yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan kematian, sedangkan temperatur yang terlalu
rendah dapat mengakibatkan embrio menjadi lemas. Telur yang tidak menetas kemudian di masukkan
ke dalam drum besar dan diangkut ke truk untuk dibuang ke tempat pembuangan
akhir di wilayah kabupaten pasuruan.
4.7.3. Sexing
Sexing merupakan kegiatan
memisahkan anak ayam (DOC) jantan dan betina. Terdapat satu metode yang digunakan dalam sexing DOC di PT. Panca Patriot Prima Unit
Hatchery Jabung yaitu perbedaan warna bulu (autosexing methode). Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al (2005) bahwa sexing dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan
metode buka kloaka, perbedaan warna bulu, dan perbedaan panjang bulu
sayap.
Sexing DOC
layer dilakukan setelah selesai proses
seleksi. Metode
yang digunakan yaitu dengan metode perbedaan warna bulu. Metode
perbedaan warna bulu (autosexing method)
dilakukan pada ayam ras ketika anak ayam
berumur satu hari DOC jantan berwarna kuning, sedangkan DOC betina berwarna
coklat. Adanya warna kuning pada
bulu DOC disebabkan karena dilakukan fumigasi pada anak ayam sebelum anak ayam
dikeluarkan. Hal
ini sesuai pendapat Kartasudjana
dan Suprijatna (2006) bahwa ada beberapa peternak yang melakukan fumigasi anak
ayam sebelum dikeluarkan agar warna bulu anak ayam menjadi lebih kuning. Namun,
hal ini tidak dianjurkan kecuali kalau anak ayam terjangkit penyakit. Perbedaan ayam jantan dan ayam betina dapat dilihat pada
ilustrasi 4 berikut.
|
ilustrasi 8. Ayam petelur Betina
|
||||
|
Ilustrasi 9. Ayam petelur jantan
4.7.4. Vaksinasi
Vaksinasi merupakan hal
penting yang harus dilakukan sebelum DOC dikirim ke peternak. Melalui cara ini dapat mencegah kemungkinan
terjangkitnya penyakit pada ayam karena ayam tersebut mampu membentuk antibodi
yang berasal dari bibit penyakit yang dilemahkan yang diberikan pada saat
vaksinasi. Suprijatna et al. (2005) menjelaskan bahwa
vaksinasi dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan memasukkan suatu bibit
penyakit (mikroorganisme) tertentu yang telah dilemahkan ke dalam tubuh ternak
dalam rangka menumbuhkan kekebalan tubuh terhadap penyakit tertentu tersebut. Hal ini juga tercantum dalam peraturan menteri
pertanian (2008) bahwa vaksinasi adalah proses memasukkan bibit penyakit baik
yang sudah dimatikan maupun yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh hewan agar
tubuh hewan mampu membentuk kekebalan terhadap penyakit tersebut. Vaksinasi dilakukan sebelum proses debeaking
pada DOC layer, Seperti yang dipaparkan Rasyaf (1994) bahwa jadwal vaksinasi
tidak boleh bertabrakan dengan seleksi, hal ini akan memperlemah kondisi anak
ayam. Ruangan
yang digunakan untuk vaksinasi yaitu ruang vaksinasi yang memiliki suhu
berkisar 25-270C.
Metode
vaksinasi yang dilakukan pada unit hatchery
jabung yaitu metode injeksi
subcutan hal ini sesuai pendapat
Suprijatna et al. (2005) bahwa
vaksinasi diberikan dengan cara semprot (spray),
dicelup sampai paruh (dipping), lewat
air minum, diteteskan pada mata, hidung, atau mulut, suntik pada daging dada
atau paha. Cara vaksinasi dapat dilihat
pada ilustrasi 10 berikut.
|
Ilustrasi
10. Vaksinasi
Subcutan
Setiap
DOC layer betina yang akan dijual harus divaksin marek’s sesuai dengan yang
tercantum pada Redaksi Agromedia (2007) bahwa sebelum dikirim ke pelanggan, DOC
terlebih dahulu harus diberi vaksin marek’s. berbagai jenis vaksin dan dosis
yang di berikan dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel
2. Dosis
vaksin.
Jenis vaksin
|
Dosis (ml/ekor)
|
Marek’s
|
0,2
|
Sumber : PT. Panca Patriot Prima, Unit Hatchery Jabung,
2014.
4.7.5. Debeaking
Setelah
selesai vaksinasi DOC kemudian dilakukan pemotongan paruh yang
disebut debeaking. Debeaking
merupakan proses pemotongan paruh pada DOC layer betina. Tujuan
dari debeaking adalah untuk memaksimalkan pengambilan pakan serta mengurangi
kanibalisme. Debeaking
(potong paruh) yaitu memotong sedikit paruh ayam agar tidak melukai ketika
dipakai untuk mematuk sesamanya. Pemotongan paruh yang dilakukan pada DOC atau
berumur dibawah 1 minggu juga memberikan keuntungan dalam hal penanganan jauh
lebih mudah dan paruhnya masih lunak, disamping itu apabila ayam mengalami
stress akibat pemotongan paruh maka masih tersedia waktu yang cukup panjang
untuk mengembalikan kondisinya kepada keadaan semula. Perusahaan
penetasan sekarang telah banyak yang melakukan potong paruh pada DOC untuk
mencegah kanibalisme serta mematuk bulu, apabila dipotong ketika kecil maka
paruh tersebut biasanya tidak akan tumbuh kembali sampai periode pertumbuhan
atau grower, ketika memasuki periode pergantian pullet biasanya memerlukan
pemotongan kembali (Ensminger, 1992). Debeaking
dilakukan dengan menggunakan mesin yang disebut debeaker. Dalam mesin debeaker terdapat besi yang dipanaskan
menggunakan tenaga listrik. Prinsip kerja
menggunakan alat debeaker yaitu
menempelkan paruh atas dan bawah pada besi yang dipanaskan yang terdapat pada
mesin debeaker
seperti yang terlihat pada ilustrasi 4. Menurut Hasemann dan
Beyer (1998), pemotongan paruh merupakan usaha yang terbaik dan efektif bila
dilakukan dengan electric trimmer karena selain lebih akurat juga mengurangi
pendarahan selama prosedur. Ditambahkan oleh bahwa potong paruh biasanya
diperlukan kembali jika ayam menjadi kanibal pada periode pertumbuhan dan
periode petelur (masa bertelur).
|
Ilustrasi 11. Proses debeaking
4.7.6. Pengemasan DOC
DOC
yang sudah mengalami sexing, seleksi,
vaksinasi, debeaking dan seleksi ulang kemudian dikemas
menggunakan box karton. Masing-masing box
berisi 100 ekor + 2 ekor sebagai bonus
resiko transportasi. Box
berwarna merah
untuk DOC layer betina, box orange
untuk DOC layer jantan. Box yang digunakan
berbentuk trapesium yang dilengkapi dengan lubang di samping kanan, kiri,
depan, belakang, dan atas untuk melancarkan sirkulasi udara untuk DOC. Setiap
box disekat menjadi 4 bagian, masing-masing berisi 25-26 ekor. Tujuan pemberian sekat adalah agar tidak terjadi
penumpukan anak ayam pada box ketika di dalam perjalanan exspedisi pengiriman
ke peternak. Sesuai
dengan pendapat Kartasudjana dan Suprijatna (2006) bahwa setelah dilakukan
seleksi kemudian DOC langsung dikemas dalam karton atau plastik. Kotak
kemasan dibagi menjadi empat bagian yang terpisah dengan sekat, setiap bagian
diisi dengan DOC antara 25 - 26 ekor.
Setiap
box yang digunakan disertai dengan label. di dalam label
dicantumkan nama perusahaan, tanggal menetas, penyeleksi, serta keterangan bebas marek’s untuk DOC layer betina, label box doc dapat dilihat di ilustrasi 8. Sesuai dengan
pendapat Kartasudjana dan Suprijatna (2006) bahwa pada kotak kemasan perlu
dicantumkan label yang memuat keterangan antara lain : 1) tanggal dan jam DOC
menetas; 2) galur (strain) DOC; 3)
jumlah isi kemasan; 4) nama dan alamat perusahaan; 5) nama peternak/penerima
dan alamat; 6) vaksinasi yang telah diberikan; 7) cap perusahaan pengirim. Hal
ini juga sesuai dengan peraturan SNI (1990) bahwa setiap label berisi tanggal
dan jam keluar, galur (strain), jenis
ayam bibit, jumlah isi kemasan, nama dan alamat perusahaan ayam bibit, nama
pemesan/pengirim dan alamatnya, tanggal vaksinasi marek, cap perusahaan.
|
Ilustrasi 12. Label box
4.7.7. Penempatan Pre Loading Area
Sebelum proses distribusi DOC ke
peternak, DOC yang sudah dipacking kemudian di tempatkan di ruang penyimpanan
sementara (pre loading area). Tempat penyimpanan sementara tersebut
dilengkapi dengan blower untuk memperlancar sirkulasi udara dan menjaga agar
kelembaban udara tetap stabil. Suhu
ruangan tersebut yaitu sekitar 26 - 28°C dan maksimal tumpukan adalah 10 box. Tempat penyimpanan DOC sementara dapat dilihat
pada ilustrasi 9 dibawah ini. Hal ini
sesuai dengan pendapat Kartasudjana dan Suprijatna (2006) yang menyatakan bahwa
DOC disimpan di ruang penyimpanan (pre loading area) sebelum dikirim ke
peternak, dengan temperatur pre loading area sekitar 24°C dan kelembaban 75%. Hal ini bertujuan untuk menghindari pengaruh
udara dingin maupun panas agar tidak terjadi dehidrasi pada DOC. Selama dalam penyimpanan kotak kemasan boleh
ditumpuk tetapi dianjurkan tidak lebih dari 15 tingkat.
|
Ilustrasi 13. Tempat
penyimpanan DOC sementara
4.8. Distribusi
DOC
yang sudah selesai diproses di hatchery
kemudian langsung dikirim ke peternak. DOC
diangkut menggunakan truk pengangkut DOC yang disebut dengan chick van. Truk dilengkapi dengan 8
buah blower yang berfungsi untuk
melancarkan sirkulasi udara untuk DOC di dalam truk serta besi pembatas antar
tumpukan agar tidak ambruk. Truk
pengangkut DOC dapat dilihat pada ilustrasi 14.
|
Ilustrasi 14. Truk pengirim DOC
Sesuai dengan
peraturan SNI (1990) bahwa DOC diangkut dengan gerbong truk/pickup khusus yang
berbahan kayu, alumunium dan kawat kasa. Suhu
didalam truk pengangkut selama perjalanan yaitu 27 – 29 0C.
Hal
ini sesuai dengan pendapat Kartasudjana dan Suprijatna (2006) bahwa temperatur
kotak kemasan selama dalam transportasi tidak lebih dari 300C. Distribusi pemasaran DOC PT. Panca Patriot Prima
dilakukan di daerah Jawa Timur, Madura, Bali, Jawa Tengah dan Jawa Barat.
4.9. Evaluasi Hasil Tetas
Secara
keseluruhan proses penetasan di PT. Panca
Patriot Prima unit hatchery Jabung sudah tergolong
baik. Hal ini dapat dilihat
dari berbagai parameter yang dapat menentukan baik atau tidaknya proses
penetasan tersebut diantaranya fertilitas, daya tetas dan saleable chick yang terdapat pada tabel berikut.
Tabel 3. Daya Tetas Telur
Layer
Tanggal tetas
|
Daya tetas
|
||||||||
Jumlah
|
Infertil
|
%
|
Busuk
|
%
|
DIS
|
%
|
Tetas
|
%
|
|
Telur
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
10- Feb
|
64612
|
3500
|
5.4
|
111
|
0.2
|
8195
|
12.7
|
52806
|
81.7
|
17- Feb
|
60327
|
3250
|
5.4
|
103
|
0.2
|
5997
|
9.9
|
50977
|
84.5
|
24- Feb
|
75926
|
4150
|
5.5
|
174
|
0.2
|
9488
|
12.5
|
62114
|
81.8
|
Sumber: PT. Panca Patriot Prima, Unit Hatchery Jabung
2014
Fertilitas
adalah perbandingan antara telur fertil dan jumlah telur yang diinkubasi. Nilai
fertilitas di perusahaan tersebut beragam antara 80-90%. Nilai
tersebut sudah sesuai dengan standar fertilitas telur ayam. Hal
ini sesuai dengan pendapat Suprijatna dan Kartasudjana (2006) yang menyatakan
bahwa fertilitas telur ayam berkisar antara 88-89%. Infertilitas telur ayam broiler lebih tinggi dibandingkan
telur ayam layer yaitu 8,2%. Menurut Wilson
(2004) bahwa telur yang infertil disebabkan oleh beberapa hal yaitu: rasio
jantan dan betina yang terlalu besar, pejantan yang belum matang, nutrisi pakan
yang rendah pada pejantan, adanya parasit ataupun penurunan frekuensi
perkawinan. Daya
tetas merupakan perbandingan antara jumlah telur yang menetas dan telur fertil.
Daya tetas di perusahaan
tersebut berkisar antara 79-85%. Ini
menunjukkan bahwa kegiatan penetasan sudah termasuk bagus karena nilai
fertilitas diatas standarnya. Sesuai dengan pendapat Muslim (1993) bahwa daya tetas yang baik
sedikitnya 75%.
BAB V

5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil kegiatan praktek kerja
lapangan yang dilaksanakan di hatchery PT. Panca Patriot Prima, Unit Hatchery
Jabung dapat disimpulkan bahwa prosedur kerja di Unit Hatchery ini sudah baik,
hal ini dapat dilihat untuk setiap bagian memiliki prosedur kerjanya masing –
masing dengan karyawan yang berbeda sehingga tidak saling berbenturan. Produksi
tetas untuk DOC petelur periode februari 2014 cukup tinggi yaitu mencapai 84,5%
dan saleable chick mencapai 82,3%.
5.2.
Saran
Saran yang
dapat diberikan untuk kegiatan praktek kerja lapangan di PT. Panca Patriot
Prima yaitu sebaiknya para karyawan lebih hati – hati dalam melakukan
penanganan hasil tetas agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan kegiatan
seleksi, sexing dan perhitungan DOC saat pengepakan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi keluhan
dari konsumen khususnya para peternak.

Anonim, 2012. Kanibalisme dan Penanggulangannya. Arsip Berita Universitas
Muhammadiyah Malang, Malang.
Daulay, A.H.,
Aris, S., dan Salim, A. 2008. Pengaruh Umur dan Frekuensi Pemutaran terhadap
Daya Tetas dan Mortalitas Telur Ayam Arab (Gallus turcicus). Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Jurnal Agribisnis Peternakan Vol 1 no (4).
Ensminger.
1992. Poultry Science. Intersted Inc. Denville, Illionis.
Hasemann, D.L and R.S.
Beyer. 1998. Cannibalism in the Small Poultry Flock. Kansas state university,
Kansas.
Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Muslim, D. A. 1993. Budidaya Ayam Bangkok.
Kanisius, Yogyakarta.
Ningrum, D.L. 2013.
Uniformity Telur Tetas Hasilkan DOC
yang Seragam. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian
Pertanian RepublikIndonesia.
http://ditjennak.deptan.go.id/index.php?page=berita&action=detail&idberita=355 . Diakses pada 30 maret
2014.
Pedoman Penataan Kompartemen Dan Penataan
Zona Usaha Perunggasan. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
28/Permentan/OT.140/5/2008.
Rasyaf, M. 1994. Manajemen Peternakan Ayam Kampung. Kanisius, Yogyakarta.
Redaksi
Agromedia, 2007. Sukses Beternak Ayam Broiler. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Rusianto, N.
2008. Manajemen Beternak Ayam Petelur. PT Privo Sakurazy Medtecindo, Surabaya).
SNI01-4868.1-2005.
Bibit niaga (final stock) ayam ras
tipe pedaging umur sehari (kuri/doc). Dewan Standarisasi Nasional.
http://202.158.23.137/appsni/hasil_upload/SNI%2001-4868.1-2005.pdf (diakses tanggal 26 Maret 2014).
SNI 19-2043-1990.
Kemasan Kuri. Dewan Standarisasi Nasional. http://ebookbrowse.com/sni-19-2043-1990-kemasan-kuri-pdf-d419050349 (diakses tanggal 26 Maret 2014).
SNI 19-2044-1990.
Gerbong Angkutan Kuri. Dewan Standarisasi Nasional. http://ebookbrowse.com/sni-19-2044-1990-gerbong-angkutan-kuri-doc-d331363524
(diakses tanggal 26 Maret 2014).
Sudarmono,
A.S. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Kanisius, Yogyakarta.
Sudaryani
dan santoso. 2002. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya, Jakarta
Suprijatna,
E., Atmomarsono, U., Kartasudjana, R. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar
swadaya, Jakarta.
Wilson,
H.R. 2004. Hatchability problem analysis. University of florida, florida. http://edis.ifas.ufl.edu/pdffiles/AA20400.pdf.
Wilson,
H.R, J.P. Jacob and F.B. Mather. 1997. Method For Sexing Day Old Chicks.
University of Florida, Florida. http://edis.ifas.ufl.edu/pdffiles/PS/PS01500.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar