BAB I
PENDAHULUAN
Masing-masing
jenis unggas memiliki karakteristik tertentu yang membedakan dengan unggas yang
lain. Performa unggas itu sendiri adalah pencerminan dari keseluruhan aktifitas
organ tubuh. Untuk mencapai performa maksimal, perlu untuk mengetahui dan
memahami anatomi, proses fisiologi dari ternak unggas tersebut. Selain itu,
untuk mencapai produktifitas yang maksimal, perlu juga untuk dapat
mengidentifikasi penyakit yang sering menyerang unggas dan mengetahui cara
pemberian pakan dalam bentuk ransum yang sesuai dengan kebutuhan ternak unggas.
Tujuan
dari praktikum Produksi Ternak Unggas mengenai Pengenalan Jenis dan Klasifikasi
Ternak Unggas, Anatomi dan Identifikasi Penyakit Ternak Unggas serta Formulasi
Ransum Ternak Unggas adalah untuk mengetahui perbedaan karakteristik, anatomi
dan fisiologis antara unggas darat dan unggas air baik jantan maupun betina,
mengenali beberapa jenis penyakit unggas serta dapat mengetahui cara dan metode
dalam memformulasikan ransum ternak unggas. Manfaat yang bisa diperoleh dari
praktikum Produksi Ternak Unggas ini adalah praktikan dapat mengklasifikasikan
berbagai jenis ternak unggas, mengetahui perbedaan anatomi unggas darat dan
unggas air, serta dapat menyusun ransum yang tepat untuk ternak unggas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengenalan
Jenis dan Klasifikasi Ternak Unggas
2.1.1. Klasifikasi Secara
Internasional
Menurut
The American Standart of Perfection unggas
didasarkan pada standar unggas yang dikelompokkan berdasarkan ras, bangsa,
varietas, dan strain. Berdasarkan buku standar tersebut terdapat dua belas
kelas, namun hanya empat kelas yang perlu diketahui, yaitu kelas Inggris, kelas
Amerika, kelas Mediterania dan kelas Asia (Suprijatna et al., 2008). Di dunia dikenal lebih
dari 600 jenis unggas, namun hanya beberapa spesies yang telah mengalami
domestikasi, seperti Kelas Asia, Kelas Mediterania, Kelas Amerika dan Kelas
Inggris (Yuwanta, 2004)
2.1.1.1.
Kelas Inggris. Ayam kelas Inggris merupakan sekelompok ayam
yang dibentuk dan dikembangkan di Inggris. Karakteristik bentuk tubuh besar,
cuping berwarna merah, kulit putih, kerabang telur cokat kekuningan, dan bulu
merapat ke tubuh. Bangsa-bangsa yang termasuk kelas inggris antara lain Sussex,
Cornish, Orpington, Australorp, dan Dorking (Suprijatna et al., 2008). Ayam inggris dikembangkan sebagai ayam dwiguna, yang
termasuk dalam bangsa ini adalah Orpington, Cornish, Australorp, Dorking,
Sussex, dan Red Cup (Yuwanta, 2004).
2.1.1.2.
Kelas Amerika. Ayam kelas
Amerika merupakan kelompok ayam yang dibentuk dan dikembangkan di Amerika
Serikat. Karakteristik bentuk tubuh sedang, cuping telinga berwarna merah, bulu
mengembang, dan kulit berwarna putih. Ciri khas lain kulit telur berwarna
cokelat kekuningan, cakar tidak berbulu, dan terkenal sebagai tipe dwiguna.
Yang termasuk dalam bangsa ini adalah Plymouth rock, Wyandotte, Rhode Island Red (RIR), New Hampshire, dan Jersey ( Suprijatna et al., 2008). Ayam kelas Amerika
dikembangkan untuk yujuan dwiguna, yaitu memproduksi telur dan daging.
Tanda-tanda umum ayam amerika adalah warna kulit terang, kerabang telur
cokelat, cuping telinga merah, sahank berwarna kuning, dan tidak berbulu.
Bangsa ayam kelas amerika yang terkenal adalah Plymouth Rock (PR), Rhode Island
Red (RIR), Rhode Island White (RIW), Wyandotte, New Hampshire (NH), White
American, Dominique, Java, Lamona, Jersey Black Giant, Jersey White Giant, Buck
Eye, dan Delawars (Yuwanta, 2004).
2.1.1.3.
Kelas Mediterania. Ayam kelas Mediterania
merupakan Kelompok ayam yang dibentuk dan dikembangkan disekitar negara dan
pulau di Laut Tengah, seperti Spanyol dan Italia. Karakteristik ayam kelas
mediterania adalah bulu mengembang, cuping telinga berwarna putih, bentuk tubuh
ramping, warna kulit putih, kerabang telur berwarna putih. Bangsa-bangsa ayam
yang termasuk kelas ini antara lain leghorn, ancona, spanish, Minorca, dan
Andalusia (Suprijatna et al., 2008).
Ayam kelas Mediterania terkenal karena bentuk badannya langsing dan produksi
telurnya cukup tinggi. Bangsa ayam yang dikenal dalam kelas ini adalah Leghorn
dari italia, Minorca dari pulau Minorca, Ancona dari pulau Ancona, Butter Cups
dari kepulauan Sisilia, serta Blue Andalusian dan Spanish dari Andalusia,
Spanyol (Yuwanta, 2004).
2.1.1.4.
Kelas Asia. Ayam kelas Asia merupakan Ayam kelas Asia yang
dibentuk atau dikembangkan diwilayah Asia. Karakteristik ayam kelas asia yaitu
bentuk tubuh besar, bulu merapat ketubuh, cuping berwarna merah, dan kerabang
telur beragam cokelat kekuningan sampai putih. Ciri khas lain cakar berbulu,
kulit berwarna putih sampai gelap, dan merupakan tipe pedaging. Contohnya
brahma, langshan, dan cochin china (Suprijatna et al., 2008). Bangsa yang terkenal dalam kelas Asia antara lain
Brahma (di india), Langshan (dari Cina), dan Cochin (dari Shanghai, Cina).
Ketiga bangsa ayam dahulu dikembangkan menjadi ayam Amerika dan Inggris
(Yuwanta, 2004).
2.1.2. Klasifikasi Berdasarkan
Tujuan Pemeliharaan
Berdasarkan
tujuan pemeliharaan atau biasa disebut tipe ayam, ayam dapat dikelompokkan
menjadi tipe petelur, pedaging, dan medium atau dwiguna (dual purpose) (Suprijatna et
al., 2008). Beberapa persilangan bangsa ayam di dunia dikembangkan
menjadi beberapa jenis (tipe) ayam komersial, antara lain tipe petelur (layer type), tipe pedaging (broiler type) dan tipe dwiguna (dual purpose).
2.1.2.1.
Tipe Petelur. Ayam petelur memiliki karakteristik bersifat
nervous atau mudah terkejut, bentuk tubuh ramping, cuping telinga warna merah,
dan kerabang telur berwarna putih. Karakteristik lainnya yaitu produksi telur
tinggi (200 butir/ekor/tahun), efesiensi dalam penggunaan ransum untuk
membentuk telur, dan tidak memiliki sifat pengeram (Suprijatna et al., 2008). Sifat-sifat yang
dikembangkan pada tipe ayam petelur adalah cepat mencapai dewasa kelamin,
ukuran telur normal, bebas dari sifat mengeram (Yuwanta, 2004).
2.1.2.2.
Tipe Pedaging. Tujuan pemeliharaan ayam pedaging adalah untuk
memproduksi daging. Sifat yang perlu diperhatikan untuk ayam tipe pedaging
yaitu sifat dan kualitas daging baik, laju pertumbuhan dan bobot badan tinggi,
bebas dari sifat kanibalisme (Yuwanta, 2004). Karakteristik ayam tipe pedaging bersifat tenang, bentuk
tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih, dan
produksi telur rendah (Suprijatna et al.,
2008).
2.1.2.3.
Tipe Dwiguna. Ayam ini mempunyai sifat tengah-tengah, yaitu
mampu memproduksi telur dan daging. Namun produksi telur lebih rendah
dibandingkan dengan ayam petelur dan produksi daging lebih rendah dibandingkan dengan tipe ayam
pedaging. Oleh karena itu ayam ini dinamakan tipe dwiguna (dual purpose )
(Yuwanta, 2004). Ayam tipe dwiguna memiliki karakteristik bersifat tenang,
bentuk tubuh sedang, produksi telur sedang, pertumbuhan sedang, dan kulit telur
berwarna cokelat (Suprijatna et al.,
2008).
2.1.3. Unggas Darat
Unggas darat adalah unggas
yang hidup di darat, contoh dari unggas darat adalah ayam ras dan ayam buras.
Ayam secara umum memiliki ciri-ciri, yaitu mempunyai ceker dengan tiga jari dan
satu jalu, paruh bertipe pemakan biji-bijian, memiliki jengger dan cuping
(Susilorini et al., 2009). Ayam
peliharaan yang ada dewasa ini (Gallus
domesticus) merupakan keturunan ayam hutan yang mengalami proses
penjinakannya telah berlangsung lama (Suprijatna et al., 2008).
2.1.4. Unggas
Air
Unggas air
merupakan semua spesies hewan
bersayap (kelas Aves) yang dapat hidup di air, menghasilkan produk atau jasa
yang bermanfaat bagi manusia. Itik merupakan unggas yang
memiliki sifat aquatic, yaitu menyukai air. Hal ini ditunjang oleh bulu-bulu
yang tumbuh disekujur tubuhnya. Kondisi bulu yang tebal dan berminyak pada itik
dapat menghalangi air masuk kedalam tubuhnya ketika berenang dan bermain air
(Martawijaya, 2008).
Itik juga bersifat omnivorus, yaitu pemakan segala macam
bahan makanan yang berasal dari biji-bijian, rumput-rumputan, umbi-umbian
sampai hewan-hewan kecil seperti keong. Sifat khas dari itik adalah bentuk
kakinya yang lebih pendek dibandingkan dengan tubuhnya dan dikaki tersebut
terdapat selaput yang berguna untuk berenang (Martawijaya, 2008). Hal ini
ditambahkan oleh pendapat (Suharno 2006), yang menyatakan bahwa sifat spesifik
lainnya dari itik adalah kakinya relatif pendek dibanding tubuhnya, antara jari
yang satu dengan yang lain dihubungkan oleh selaput renang, serta bulu-bulunya
tebal dan berminyak sehingga dapat menghalangi air masuk ketubuhnya ketika
berada dalam air.
2.2. Anatomi
dan Identifikasi Penyakit Ternak Unggas
2.2.1. Sistem
Pencernaan Unggas
Sistem
pencernaan terdiri dari dua saluran pencernaan dan organ asesori. Saluran
pencernaan merupakan organ yang menghubungkan proses metabolic di dalam tubuh.
Saluran pencernaan unggas terdiri dari mulut, esophagus, crop, proventrikulus, gizzard, duodenum, usus halus, ceca,
rectum dan kloaka. Sedangkan organ asesori terdiri dari pancreas dan hati
(Suprijatna et al., 2008). Pada sistem pencernaan unggas mempunyai perbedaan yang
mendasar jika dibandingkan dengan sistem pencernaan mamalia. Secara singkat
susunan organ-organ pencernaan unggas terdiri dari traktus
alimantarius yang terdiri atas mulut, faring, esophagus, tembolok, lambung kelenjar, lambung otot, usus
halus, usus buntu, usus besar, kloaka, dan alat asesoris yang berupa hati,
limfa, dan pankreas (Yuwanta,
2004).
Mulut ayam tidak memiliki lidah, pipi dan gigi.
Langit-langitnya lunak, tetapi memiliki rahang atas dan bawah yang menulang
untuk menutup mulut. Rahang atas melekat pada tulang tengkorak dan yang bawah
bergelantung. Kedua rahang berhunungan sebagai paruh. Lidah berbentuk sepeti
pisau yang memiliki permukaan kasar di bagian belakang untuk membantu mendorong
makanan ke esophagus. Di dalam mulut terdapat saliva yang disekresikan oleh
kelenjar di mulut dengan bantuan enzim amilase (Suprijatna et al., 2008). Mulut menghasilkan saliva yang mengandung amilase
dan maltase saliva, tetapi pemecahan bahan pakan di mulut ini kecil sekali
karena mulut hanya digunakan untuk lewat sesaat (Yuwanta, 2004).
Esophagus atau kerongkongan
merupakan saluran lunak dan elastis yang mudah mengalami pemekaran apabila ada
bolus yang masuk. Esophagus memanjang dari pharynx
hingga proventrikulus melewati tembolok (crop).
Organ Esophagus atau kerongkongan menghasilkan mukosa yang berfungsi membantu
melicinkan pakan menuju tembolok (Yuwanta, 2004). Esophagus atau kerongkongan
berupa pipa tempat pakan melalui saluran ini dari bagian belakang mulut (pharinx) ke proventrikulus (Suprijatna et al., 2008).
Sebelum kerongkongan memasuki rongga
tubuh, ada bagian yang melebar di salah satu sisinya menjadi kantong yang
dikenal sebagai crop (tembolok).
Tembolok berperan sebagai tempat penyimpanan pakan. Sedikit atau bahkan tidak
ada proses pencernaan di sini, kecuali pencampuran sekresi saliva dari mulut
yang dilanjutkan aktivitasnya di tembolok (Suprijatna et al., 2008). Tembolok adalah modifikasi dari esophagus. Fungsi
utama tembolok adalah untuk menyimpan pakan sementara, terutama pada saat ayam
makan dalam jumlah banyak (Yuwanta, 2004).
Proventrikulus disebut juga perut
kelenjar atau succenturiate ventricle atau
glandular stomach yang mensekresikan
pepsinogen dan HCl untuk mencerna protein dan lemak. Pada proventrikulus
lintasan pakan sangat cepat masuk ke empedal melalui isthmus proventrikulus
sehingga secara nyata belum sempat untuk dicerna (Yuwanta, 2004). Proventrikulus
adalah suatu pelebaran dari kerongkongan sebelum berhubungan dengan gizzard (empedal). Di proventrikulus
nantinya akan diproduksi gastric juice
(Suprijatna et al., 2008).
Empedal (gizzard) disebut juga sebagai perut muskular yang merupakan
kepanjangan dari organ proventrikulus. Fungsi utama dari empedal adalah memecah
dan melumatkan pakan serta mencampurkannya dengan air menjadi pasta yang
dinamakan chymne. (Yuwanta, 2004).
Biasanya, gizzard mengandung material
yang bersifat menggiling, seperti grit,
karang dan batu kerikil. Partikel pakan segera digiling menjadi partikel kecil
yang mampu melalui saluran usus. Material halus akan masuk ke gizzard dan keluar lagi dalam beberapa
menit, tetapi pakan berupa material kasar akan tinggal di gizzard untuk beberapa jam (Suprijatna et al., 2008).
Usus halus merupakan organ utama
tempat berlangsungnya pencernaan dan absoprsi produk pencernaan. Berbagai enzim
yang masuk ke dalam saluran pencernaan ini berfungsi untuk mempercepat dan
mengefesiensikan pemecahan karbohidrat, protein dan lemak untuk mempermudah
proses absorpsi. (Suprijatna et al.,
2008). Usus halus (small intestine) dinamakan
juga intestinum tenue, panjangnya
bisa mencapai 120 cm dan terbagi menjadi tiga bagian yakni duodenum, jejunum
dan ileum. Duodenum terdapat pada bagian yang paling atas dari usus halus dan
panjangnya mencapai 24 cm. Pada bagian ini terjadi pencernaan yang paling aktif
dengan proses hidrolisis dari nutrien kasar berupa pati, lemak dan protein. Jejunum
dan ileum merupakan kelanjutan dari duodenum. Pada bagian ini proses pencernaan
dan penyerapan zat makanan yang belum diselesaikan pada duodenum dilanjutkan
sampai tinggal bahan yang tidak dapat tercerna (Yuwanta, 2004).
Sekum terdiri atas dua seka atau
saluran buntu yang berukuran panjang 20 cm. Beberapa nutrien yang tidak
tercerna mengalami dekomposisi oleh mikrobia sekum, tetapi jumlah dan
penyerapannya kecil sekali (Yuwanta, 2004). Pada unggas dewasa yang sehat, seka
berisi pakan lembut yang keluar masuk. Akan tetapi, tidak ada bukti mengenai
peran serta dalam pencernaan. Hanya sedikit air diserap, sedikit karbohidrat
dan protein dicerna berkat bantuan beberapa bakteri atau mikroorganisme (Suprijatna et al., 2008).
Usus besar (rektum) dinamakan juga intestinum crasum. Pada bagian ini terjadi perombakan partikel
pakan yang tidak tercerna oleh mikroorganisme menjadi feses. Pada bagian ini
juga bermuara ureter dari ginjal untuk membuang urine yang tercampur dengan
feses (Yuwanta, 2004). Pada ayam dewasa, panjangnya hanya sekitar 10 cm dengan
diameter sekitar dua kali usus halus. Bentuknya melebar dan terdapat pada
bagian akhir usus halus ke kloaka (Suprijatna et al., 2008).
Kloaka merupakan tempat keluarnya
ekskreta karena urodeum dan koprodeum terletak berhimpitan (Yuwanta, 2004).
Kloaka berbentuk bulat, dan merupakan saluran umum tempat saluran pencernaan,
saluran urinaria dan reproduksi bermuara (Suprijatna et al., 2008).
Hati dan pankreas membantu menghasilkan sekresi untuk pencernaan meskipun
makanan yang masuk tidak melalui organ tersebut. Hati berfungsi menyaring darah
dan menyimpan glikogen yang dibagikan ke seluruh tubuh melalui aliran darah.
Fungsi hati yang lain adalah mengeluarkan empedu yang ditampung dalam kantong
empedu yang berfungsi mengemulsikan lemak (Yuwanta, 2004). Pankreas meruapakan
suatu kelenjar yang berfungsi sebagai kelenjar endokrin maupun sebagai kelenjar
eksokrin. Sebagai kelenjar endokrin, pankreas mensekresikan hormon insulin dan
glukagon. Sementara sebagai kelenjar eksokrin, pankreas mensekresikan cairan
yang diperlukan bagi proses pencernaan di dalam usus halus, yaitu pancreatic juice (Suprijatna et al., 2008).
2.2.2. Sistem
Respirasi Unggas
Sistem pernafasan pada unggas tidak serumit saluran pencernaannya. Sistem
pernafasan unggas terdiri dari nostril, trachea, shirink, bronchus,
bronchea, broncheolus, dan paru-paru (Yuwanta, 2004). Oleh karena
memerlukan energi yang sangat banyak untuk terbang, unggas memiliki sistem
respirasi yang memungkinkan untuk berlangsungnya pertukaran oksigen yang sangat
besar per unit hewan. Untuk melengkapi kebutuhan oksigen yang sangat tinggi
tersebut maka anatomi dan fisiologi sistem respirasi unggas sangat berbeda
dengan ternak jenis mamalia (Suprijatna et
al., 2008).
Trakea merupakan
saluran pertama yang berupa saluran yang berbuku-buku. Shirink adalah
pita suara. Shirink pada unggas jantan berkembang dengan
baik, sedangkan shirink pada unggas
betina tidak berkembang. Bronchus merupakan percabangan dari trachea.
Broncheolus adalah anak cabang dari bronchus yang berbentuk
saluran-saluran kecil yang menyalurkan udara dari bronchus ke paru-paru.
Anatomi dan fisiologi sistem respirasi unggas berbeda dengan sistem respirasi
mamalia terutama pada peranan paru-paru. Mamalia memiliki otot diafragma yang
mengendalikan perluasan dan kontraksi paru-paru, sedangkan unggas tidak
mempunyai diafragma dan paru-parunya tidak meluas dan berkontraksi saat
berlangsung inspirasi dan ekspirasi berturut-turut. Apabila dibandingkan dengan
mamalia, paru-paru ayam relatif lebih kecil secara proporsional dengan ukuran
tubuhnya. Paru-paru tersebut mengembang dan berkontraksi hanya sedikit dan
tidak terdapat diafragma sejati (Suprijatna et
al., 2008).
Unggas memiliki sistem kantong
udara yang berperan untuk menampung udara. Sebagian besar unggas memiliki
delapan kantong udara, yaitu median
servical sac, median clavicular sac dan sepasang cranial thoracic, caudal thoracic serta abdominal sac (Suprijatna et
al., 2008). Saat unggas bernafas, otot
inspirasi meningkatkan volume rongga tubuh yang menyebabkan tekanan udara masuk
ke dalam kantong udara dan udara segar akan tertarik ke dalam paru-paru. Ketika
menghembuskan nafas, otot inspirasi menurunkan volume rongga badan yang
menyebabkan udara keluar dari kantong udara, kembali ke paru-paru, dan keluar
dari tubuh (Suprijatna et al., 2008).
2.2.3. Sistem Reproduksi Unggas
Sistem reproduksi pada unggas dibedakan menjadi dua
yakni, sistem reproduksi unggas jantan dan sistem reproduksi unggas betina.
2.2.3.1. Sistem Reproduksi
Unggas Jantan, sistem reproduksi unggas jantan terdiri dari dua testis yang terletak pada
dorsal area rongga tubuh, dekat bagian akhir anterior ginjal. Testis tidak
pernah turun ke dalam skrotum eksternal seperti pada mamalia. Bentuknya
elipsoid dan bewarna kuning terang. Testis terdiri dari sejumlah besar saluran
kecil yang bergulung-gulung dan dari lapisan-lapisannya dihasilkan sperma (Suprijatna
et al., 2008). Testis terbungkus oleh
dua lapisan tipis transparan, lapisan albugin
yang lunak. Bagian dalam testis terdiri atas tubuli seminiferi yang merupakan tempat terjadinya spermatogenesis
dan jaringan intertitial yang terdiri atas sel glanduler (sel Leydig) tempat disekresikannya hormon steroid, androgen dan
testoteron (Yuwanta, 2004).
Saluran tubulus
seminiferus akhirnya menuju ke ductus deferent,
yakni sebuah saluran yang berfungsi mengalirkan sperma keluar dari tubuh.
Masing-masing ductus deferent
bermuara ke dalam sebuah papila kecil yang bersama berperan sebagai organ intromittent (Suprijatna et al., 2008). Saluran deferens ini
akhirnya bermuara di kloaka pada daerah proktodeum yang bersebelahan dengan
urodeum dan koprodeum. Di dalam saluran deferens, sperma mengalami pemasakan
dan penyimpanan sebelum diejakulasikan. Pemasakan dan penyimpanan sperma
terjadi pada 65% bagian distal saluran deferens (Yuwanta, 2004).
Alat kopulasi pada unggas berupa
papila (penis) yang mengalami rudimenter. Pada papila ini juga diproduksi
cairan transparan yang bercampur dengan sperma saat terjadinya kopulasi
(Yuwanta, 2004). Sebutan organ rudimenter pada unggas tidak ada hubungannya
dengan ductus deferent dan terletak
di bagian ventral median salah satu lipatan melintang pada kloaka. Organ ini
merupakan organ rudimenter atau prosesus jantan yang digunakan pada pembedaan
jenis kelamin pada anak ayam berdasarkan pengamatan pada kloaka (Suprijatna et al., 2008).
2.2.3.2. Sistem Reproduksi
Unggas Betina, sistem reproduksi unggas betina terdiri dari satu ovarium dan satu oviduk.
Walaupun organ reproduksi merupakan produksi sel-sel benih (germ cells), organ tersebut juga merupakan kelenjar endokrin (Suprijatna
et al., 2008). Ovarium adalah tempat
sintesis hormon seksual, gametogenesis dan perkembangan serta pemasakan
folikel. Oviduk adalah tempat menerima kuning telur masak, sel telur dan
pembentukan kerabang telur (Yuwanta, 2004).
Ovarium pada unggas
dinamakan juga dengan folikel. Ovarium terbagi menjadi dua bagian, yaitu cortex pada bagian luar dan medulla pada bagian dalam. Cortex mengandung folikel dan terdapat
sel-sel telur. Namun, sel telur yang mampu masak hanya beberapa buah saja
(Yuwanta, 2004). Pada ayam betina terdapat sebuah ovarium, terletak pada rongga
badan sebelah kiri. Pada saat perkembangan embrionik, terdapat dua ovari,
tetapi pada perkembangan selanjutnya mengalami regresi sehingga pada saat
menetas hanya dijumpai sebuah ovarium kiri, sedangkan yang kanan rudimenter (Suprijatna
et al., 2008).
Oviduk ayam betina
merupakan pipa yang melipat, sebagian besar terletak pada sisi bagian kiri
rongga perut. Oviduk terbagi dalam lima bagian, dimulai dari ujung terdekat
dengan ovarium, yaitu infundibulum atau funne, magnum, isthmus, uterus atau
kelenjar kerabang, vagina dan menuju saluran kloaka (Suprijatna et al., 2008). Fungsi infundibulum
adalah hanya menangkap ovum yang masak, magnum berfungsi untuk sintesis dan
sekresi putih telur. Isthmus,
mensekresikan membran atau selaput telur. Uterus berfungsi sebagai pembentukan
dan pewarnaan pada kerabang telur. Pada bagian vagina, hampir tidak terdapat
sekresi di dalam pembentukan telur, kecuali pembentukan kutikula hingga menuju
kloaka yang berfungsi untuk mengelurkan telur (Yuwanta, 2004).
2.2.4. Sistem Urinaria
Sistem urinaria ayam maupun itik terdiri atas sepasang
ginjal yang berbentuk panjang yang menempel rapat pada tulang punggung dan
tulang rusuk serta melekat pada selaput rongga perut (peritonium) (Yuwanta, 2004). Sistem urinaria pada unggas
terdiri dari dua buah ginjal yang bentuknya relatif besar-memanjang, berlokasi
di belakang paru-paru dan menempel pada tulang punggung. Masing-masing ginjal
terdiri dari tiga lobus yang tampak dengan jelas. Ginjal terdiri dari banyak
tubulus kecil atau nephron yang menjadi unit fungsional utama dari ginjal.
Fungsi utama ginjal adalah memproduksi urine (Suprijatna et al., 2008).
Ureter adalah
saluran muscular yang mengalirkan
urine dari dinding ginjal menuju ke blader
(kantong kencing). Blader merupakan
organ muskular yang berongga yang
ukuran dan posisinya bervariasi tergantung jumlah urine yang ada didalamnya. Pelvis, ureter, blader, dan uretra pada bagian dalamnya diselaputi
oleh epitel transisional (organ yang
mengalami distensi, lumen menjadi
besar, dinding menipis, dan terjadi suatu transisi ke stratifikasi yang lebih
sedikit) (Yuwanta, 2004). Suatu
saluran, yaitu ureter menghubungkan masing-masing ginjal dengan kloaka. Urine
pada unggas tersusun atas asam urat yang bercampur dengan feses pada kloaka dan
keluar sebagai kotoran berupa material bewarna putih seperti pasta yang disebut
ekskreta (Suprijatna
et al., 2008).
2.2.5. Identifikasi Penyakit pada Unggas
Penyakit
yang menyerang ternak unggas baik akibat terakibat terinfeksi parasit atau
organisme penyebab sakit yang lain pada anak unggas maupun pada
unggas-unggas dewasa akan menyebabkan kerugian bagi peternak berupa kematian
ternak, rendahnya produksi dan waktu yang dipergunakan. Unggas yang terinfeksi atau terserang suatu penyakit
untuk mengetahui suatu penyakit yang menyerangnya maka dapat
dilakukan identifikasi melalui penglihatan dari luar,setelah itu dilakukan bedah bangkai
untuk mendiaknosa atau mengidentifikasi suatu penyakit yang menginfeksi
unggas tersebut. Adapun hasil dari bedah
bangkai akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan
penyakit yang menyerang area suatu peternakan (Suprijatna et al., 2008). Umumnya,
dengan identifikasi tersebut,
peternak lebih mudah melakukan tindakan pencegahan penyakit di lingkungan
peternakannya secara efektif dan efisien. Penyakit yang menjangkit pada ayam
paling banyak terjadi secara eksternal. namun
tidak menutup kemungkinan penyakit terjadi secara internal. (Isnaeni, 2006)
2.3. Formulasi Ransum Ternak
Unggas
Protein kasar yang dibutuhkan oleh ayam pada priode
starter adalah sekitar 20-22%. Penyusunan
ransum dengan metode trial and error sedikit sulit untuk mencapai
komposisi yang seimbang, untuk itu agar ransum yang disusun memiliki komponen
yang baik maka diperlukan penambahan jenis bahan penyusun ransum. Kelebihan
energi dalam jumlah sedikit tidak menyebabkan tanda-tanda yang jelas, kecuali
untuk penimbunan lemak tambahan dan sedikit penurunan dalam tingkat pertumbuhan
yang disebabkan kenyataan bahwa dengan kelebihan tingkat energi dalam ransum
hewan mendapat energi yang cukup dengan konsumsi yang sangat rendah, sehingga
menurunkan konsumsi protein yang diperlukan untuk pertumbuhan optimum atau
produksi (Suprijatna et al., 2005).
2.3.1 Pengertian Ransum
Ransum merupakan
campuran bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan pakan yang diperlukan ternak
dalam waktu tertentu. Sebaiknya peternak dapat membuat ramsum pakan sendiri
mengingat banyaknya ragam bahan pakan yang tersedia. Selain itu, juga untuk
mencari komposisi ransum yang dapat memberikan pertumbuhan terbaik (Sudradjat,
2000). Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan
kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat- zat makanan yang diperlukan bagi
pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi. agar pertumbuhan dan produksi
maksimal, jumlah dan kandungan zat- zat makanan yang diperlukan ternak harus
memadai ( Supridjatna, 2008).
2.3.2. Jenis – jenis Bahan Pakan Unggas
2.3.2.1. Jagung giling, jagung atau Zea mays
merupakan bahan pakan sumber energi yang paling banyak digunakan dalam industri
pakan ternak. Di indonesia dikenal beberapa jenis jagung , yaitu jagung kuning,
jagung putih, dan jagung merah. jenis yang paling banyak digunakan adalah
jagung kuning karena mengandung karoten provitamin A yang cukup tinggi. Jagung
mempunyai kandungan protein rendah dan beragam, dari
8% - 13%, tetapi kandungan serat kasarnya rendah (3,2 %) dan kandungan energi
metabolismenya tinggi (3130 kkal/ kg) . Oleh karena itu , jagung merupakan
sumber energi yang baik (Agus, 2007) . jagung kuning
merupakan bahan utama pakan ayam, penggunaannya mencapai 15- 70% dari total pakan.
jagung kuning lebih baik daripada jagung putih karena mengandung provitamin A
untuk meningkatkan kualitas daging dan telur. Vitamin A memberikan warna kuning
pada kulit dan kuning telur. Kelemahan jagung yaitu kandungan asam amino
esensialnya rendah terutama lisin dan triptofan. Itulah sebabnya mengapa
penggunaan jagung yang tinggi harus diimbangi dengan penggunaan bahan lain
sebagai sumber protein yang kandungan asam aminonya tinggi seperti tepung
kedelai ( Suprijatna et al., 2005).
2.3.2.2. Bekatul, Bekatul ( dedak halus) adalah dedak yang paling baik yang
didapat dari proses penyosohan beras yang memiliki kandungan gizi antara lain
protein 11,35% lemak 12,15 % , karbohidrat 28,62%, abu 10,5% , serat kasar
24,46% , air 10,15% serta energi metabolisme sebesar 1890 kkal/ kg. Sebaiknya
diberikan kepada anak itik dan itik dara sebesar 60% dari jumlah ransum atau
pakan yang diberikan. Sementara iu untuk itik dewasa sebanyak 40% dari total
ransum yang diberikan (Martawijaya, 2004) Bekatul merupakan hasil sampingan atau limbah dari proses
penggilingan padi. menurut hasil penelitian, kurang lebih 8% - 8,5% dari berat
padi adalah bekatul. Nutrien yang terdapat dalam bekatul adalah protein kasar
9% - 12% , pati 15%-35% , lemak 8%-12% serta serat kasar 8% - 11%. Bekatul
memiliki kandungan kandungan serat kasar yang lebih tinggi daripada jagung atau
sumber energi yang lain. Oleh karena itu, bakatul diberikan dalam jumlah yang
terbatas, tergantung pada jenis ternaknya (Agus, 2007)
2.3.3.3. Bungkil kedelai, Dalam formula pakan unggas, bungkil kacang
kedelai menjadi sumber protein yang dominan mengingat kandungan proteinnya
sebesar 40- 48%. begitu juga kandungan energi metabolismenya sebesar 2330 kkal/
kg menjadikan bahan baku ini memiliki dua fungsi sebagai sumber protein dan
sumber energi (Ichwan, 2003). Bungkil kedelai mengandung protein mengandung
protein 40-50% , serat kasar 6-7% , kalsium sekitar 0,11% dan phospor lebih
dari 0,65%. Disamping itu memiliki energi metabolisme sebesar 2890 kkal/ kg.
Bungkil kedelai sebaiknya diberikan kepada anak itik berumur 0-6 minggu sebanyak
20% dari total pakan (Martawijaya, 2004).
2.3.3.4. Tepung
Ikan, Tepung ikan merupakan salah
satu sumber protein terbaik, mengingat kandungan asam amino esensialnya sangat
menunjang. Bahan bakunikan yang dibuat untuk tepung ikan sangat beragam karena
itu, kandungan proteinnya sangat bergantung terhadap jenis ikan yang digunakan
(Ichwan, 2003). Bahan baku tepung ikan adalah jenis ikan rucah yang tidak
bernilai ekonomi dan berkadar lemak rendah. Tepung ikan memiliki kandungan
gizinya berupa protein 22, 65% , lemak 15,38% , abu 26,65%, serat 1,80% dan air
10,72%. Idealnya diberikan kepada anak itik dan itik dara sebesar 25%, serta
itik dewasa sebesar 15% dari total ransum (Martawijaya, 2004).
2.3.3.5 Premix, Premik adalah sebutan untuk suatu suplementasi vitamin, mineral,
asam amino, dan antibiotik, atau penggabungan dari keempatnya. Penggunaan pemik
mutlak diperlukan jika kandungan nutrisi tersebut dalam pakan tidak lengkap
atau tidak mencukupi (Ichwan, 2003). Vitamin dan mineral biasanya dibeli dari
toko penjualan makanan ayam (poultry
shop). Umumnya sudah dikemas dalam bentuk premix. Premik mengandung
vitamin, mineral, dan asam amino tertentu. Beberapa contoh merek dagang vitamin
dan mineral antara lain: top mix, rhodiamik, mineral B12, serta premix A
diberikan kepada itik sebanyak 0,25-0,5% dari total pakan (Martawijaya, 2004)
2.3.3. Metode penyusunan ransum
Cara menyusun ransum yang dikenal hingga kini adalah sebagai
berikut : (a) metode MPS (metode pendugaan sederhana) metode ini sederhana dan
mudah dilakukan oleh siapa saja, asal bisa hitung menghitung. (b) Metode
persamaan simulat, metode ini agak sulit bagi yang awam. Bahkan untuk sarjana
yang tidak biasa juga akan mengalami kesulitan. metode ini memerlukan
pengetahuan matematika yang cukup baik. (c) Metode linier programing, merupakan
metode yang kini populer. hasil dari cara ini tergantung pada penysunan
modelnya. (d) metode program tujuan ganda, metode ini lebih rumit dan sasaran
penyususn ransum tidak hanyasatu ransum tetapi dapat juga berdasarkan berapa
tujuannya, misalnya ransum untuk ayam masa awal I, masa awal II dan seterusnya
(Rasyaf, 2005) . Penyusunan
pakan merupakan kegiatan pencampuran berbagai bahan pakan yang ada dengan
perbandingan ynag telah ditentukan untuk memenuhi kebutuhan zat- zat makanan
yang diperlukan oleh ayam untuk pertumbuhan dan produksi. Ada berbagai cara yang digunakan dalam penyususnan pakan antara lain sebagai
berikut: Metode bujur sangkar (person
square metode), metode coba- coba (trial
and error metode) dan berbagai metode dengan program komputer (Suprijatna et al., 2008)
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum
Produksi Ternak Unggas dengan materi Anatomi
dan Identifikasi Penyakit Ternak Unggas dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 12 Oktober 2012 pukul 09.00–11.00 WIB sedangkan materi Pengenalan Jenis dan
Klasifikasi Ternak Unggas dan Formulasi
Ransum Ternak Unggas dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 19 Oktober 2012 pukul 09.00-11.00 WIB bertempat di Laboratorium Ilmu Ternak Unggas Fakultas Peternakan
dan Pertanian, Universitas
Diponegoro, Semarang.
3.1. Materi
3.1.1. Pengenalan Jenis dan Klasifikasi Ternak
Unggas
Materi
yang digunakan dalam praktikum pengenalan jenis dan klasifikasi ternak unggas
meliputi media movie, slide powerpoint,
gambar penjelas, buku praktikum dan alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan.
3.1.2. Anatomi
dan Identifikasi Penyakit Ternak Unggas
Materi yang digunakan dalam praktikum anatomi dan
identifikasi ternak unggas meliputi unggas darat (ayam dewasa) dan unggas air
(itik dewasa) baik jantan maupun betina, alat seksio, nampan, lap, alat ukur berupa
timbangan kitchen scale digital, pita
ukur, alas plastik serta alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan.
3.1.3. Formulasi
Ransum Ternak Unggas
Materi yang digunakan dalam praktikum formulasi
ransum ternak unggas meliputi bahan pakan, mencakup bahan pakan sumber energi,
sumber protein, sumber mineral dan vitamin (jagung giling, bekatul, bungkil
kedelai, tepung ikan dan premix). Table komposisi kandungan bahan pakan,
kalkulator untuk menghitung ransum, timbangan kitchen scale untuk menimbang bahan pakan yang akan diformulasikan,
alat tulis serta nampan plastik.
3.2. Metode
3.2.1. Pengenalan Jenis dan Klasifikasi Ternak
Unggas
Metode yang dilakukan dalam praktikum pengenalan
jenis dan klasifikasi ternak unggas adalah pertama-tama mengamati materi yang
diberikan oleh asisten melalui media
movie, slide powerpoint dan gambar pendukung. Kemudian melakukan pengamatan
terhadap karakteristik eksterior masing-masing jenis unggas darat dan air,
selanjutnya melakukan klasifikasi unggas yang telah diamati tersebut
berdasarkan sistem klasifikasi standard dan tujuan pemeliharaan. Langkah
selanjutnya adalah menggambar dan mendeskripsikan data-data yang telah
disajikan.
3.2.2. Anatomi dan Identifikasi Penyakit Ternak
Unggas
Metode yang dilakukan dalam praktikum anatomi dan
identifikasi ternak unggas adalah mengamati beberapa organ tubuh unggas, terutama
saluran dan organ pencernaan serta kelenjar pencernaan, pernafasan, reproduksi
maupun urinari, menimbang bobot hidup unggas lalu menyembelih unggas yang akan
diamati dan dilanjutkan dengan bledding.
Melakukan penimbangan bobot mati dan bobot darah, mencatat waktu pengeluaran
darah terlebih dahulu, baru melakukan seksio. Langkah selanjutnya adalah dengan
membuat sayatan dengan cara menghitung secara horizontal otot perut di dekat
tulang rusuk hingga pertautan antara tulang dada dan sayap. Lalu memotong
bagian dada dari persendian scapulanya. Selanjutnya mengamati dan menggambar
preparasi utuh lau memisahkan saluran dan organ yang akan diamati. Melakukan
penimbangan dan pengukuran terhadap organ-organ yang diamati dan terakhir
melakukan identifikasi penyakit pada unggas tersebut.
3.2.3. Formulasi Ransum Ternak Unggas
Metode yang dilakukan dalam praktikum formulasi
ransum ternak unggas adalah menentukan standar kebutuhan ransum yang akan
disusun (ransum ayam petelur periode starter),
kemudian menentukan bahan pakan yang tersedia dan akan digunakan, selanjutnya
melakukan pengecekan kandungan bahan pakan tersebut dengan table komposisi
nutrient yang terkandung. Setelah itu, melakukan uji organoleptik terhadap
bahan pakan tersebut, memformulasikan bahan pakan tersebut sehingga memenuhi
standar kebutuhan ternak dengan menggunakan metode trial and error lalu mencatat hasil formulasi bahan pakan yang
diperoleh, dan terakhir menyusun ransum sesuai perhitungan yang telah dilakukan
secara berlapis dan mencampurkan secara merata bahan pakan tersebut dengan
jumlah komposisi terbesar diikuti bahan pakan dengan komposisi yang terkecil di
dalam ransum.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengenalan
Jenis dan Klasifikasi Ternak Unggas
4.1.1. Klasifikasi
Unggas
4.1.1.1 Unggas Darat,
|
|
|
|
|
|
Sumber : Data Praktikum
Produksi Ternak Unggas, 2012
Ilustrasi 1. Eksterior ayam kelas Inggris
Keterangan :
1. Kepala
2. Paruh
3. Dada
4. Perut
5. Sayap
6. Paha
7. Kaki
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan ayam kelas Inggris pada ilustrasi ke satu memiliki
ciri bentuk tubuh besar cuping berwarna merah, bulu merapat kebawah, ceker,
pial. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al., (2008), yang menyatakan bahwa ayam kelas Inggris
termasuk ayam tipe pedaging dengan ciri yang khusus bentuk tubuh besar, cuping
berwarna merah, kulit putih. Hal ini ditambahkan oleh
Yuwanta (2004) yang menyatakan bahwa ayam kelas inggris memiliki ciri-ciri
badan besar dan bentuk daging baik, kulit berwarna putih, cuping telinga merah.
|
Sumber : Data Praktikum
Produksi Ternak Unggas, 2012
Ilustrasi 2. Eksterior ayam kelas Amerika
Keterangan
:
1. Jengger
2. Kepala
3. Cuping
4. Dada
5. Perut
6. Sayap
7. Paruh
8. Ekor
|
Berdasarkan hasil praktikum
yang telah dilakukan
|
|
|
Sumber : Data Praktikum
Produksi Ternak Unggas, 2012
Ilustrasi 3. Eksterior ayam kelas Mediterania
Keterangan
:
1. Jengger
2. Kepala
3. Cuping
4. Dada
5. Perut
6. Sayap
7. Paruh
8. Ekor
Berdasarkan hasil praktikum
yang telah di lakukan diperoleh hasil bahwa ayam kelas Mediterania pada
ilustrasi ketiga, memiliki ciri-ciri bulu mengembang, cuping telinga berwarna
putih, bentuk tubuh ramping. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al., (2008), yang menyatakan bahwa ayam kelas
Mediterania memiliki tubuh ramping yang merupakan tipe ayam petelur. Hal ini
ditambahkan oleh pendapat Yuwanta (2004) yang menyatakan bahwa ciri-ciri ayam
kelas Mediterania adalah bentuk badan lebih kecil dibandingkan dengan kelas
lainnya, cuping telinga putih, produksi telur tinggi, tidak mengeram, kerabang
telur berwarna putih, kaki tidak berbulu, penampilan nervus, serta jengger
tunggal dan lebar.
|
Sumber : Data Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2012
Ilustrasi 4. Eksterior ayam
kelas Asia

1. Jengger 5. Perut
2. Paruh 6. Kaki
3. Cuping 7. Cakar
4. Dada 8. Ekor
Berdasarkan hasil praktikum
yang telah dilakukan di peroleh hasil pengamatan pada illustrasi
empat, ayam memiliki bulu merapat ke tubuh dan berwarna hitam. Pial, cuping dan
jengger ayam berwarna merah. Kaki ayam panjang dan memiliki badan yang besar.
Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et
al ., (2008) yang menyatakan bahwa
ayam kelas Asia yaitu bentuk tubuh besar, merupakan tipe ayam pedaging. Hal ini ditambahkan oleh
pendapat Yuwanta (2004) yang menyatakan bahwa ciri-ciri
ayam kelas Asia yaitu bentuk badan besar, mempunyai sifat mengeram, cakar
berbulu, tulang besar dan kuat, cuping telinga merah, dan kerabang telur
cokelat.
3.1.1.2.
Unggas Air, berdasarkan dari hasil pengamatan eksterior pada unggas air dapat didiketahui
dengan melihat ilustrasi sebagai berikut
|
|
|
|
Sumber : Data Praktikum Produksi
Ternak Unggas, 2012
Keterangan
:
1. Kepala
2. Paruh
3. Mata
4. Leher
5. Punggung
6. Dada
7. Sayap
8. Ekor
9. Kaki
Berdasarkan
hasil praktikum yang telah dilakukan, organ eksterior pada itik yaitu kepala,
paruh yang pipih, mata, leher, punggung, dada, sayap, ekor, kaki yang
berselaput. Itik mempunyai bagian eksterior terdiri dari kepala,
mata sebagai indera penglihat, leher yang panjang membantu itik saat paruh
melumuri badan dengan minyak dari kelenjar minyak, paruh yang berbentuk tumpul
memanjang yang berfungsi untuk mengambil makanannya yang lembek, tembolok tidak
berkembang karena pengaruh pakan yang lembek, badan berbentuk oval membulat,
ekornya pendek, kaki yang relatif pendek agar mempermudah ketika berjalan di
air, cakar berlapis selaput renang yang berfungsi sebagai alat bantu renang.
Bulu selalu mengkilap karena berminyak yang berfungsi melindungi agar tubuhnya
tidak terkena air secara langsung ketika berada di air.Itik jantan mempunyai
bulu ekor yang mencuat ke atas sedangkan itik betina mempunyai bulu ekor ke
bawah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suprijatna et al., (2008) bahwa ciri
yang lebih utama dari itik Tegal ini adalah pada saat berjalan tegak dan jika
dilihat dari arah kepala, leher, punggung, sampai ke belakang bentuknya
menyerupai botol, lehernya panjang dan bulat, tubuhnya langsing, kepalanya
kecil. Itik mempunyai kaki yang relatif pendek untuk ukuran badannya, jari atau
toes yang terletak di bagian interior dihubungkan oleh selaput (foot web) yang
memungkinkan ia dapat bergerak cepat di dalam air. Foot web ini menghubungkan
jari-jari keempat, ketiga, dan kedua. Yuwanta (2004) menjelaskan pula bahwa bulu itik berbentuk konkaf
yang merapat erat kepermukaan badan dengan permukaan bagian dalam yang lembut
dan tebal serta senantiasa berminyak.Fungsi bulu adalah untuk mencegah masuknya
air sehingga air tidak dapat mencapai permukaan kulit. Timbunan lemak yang terdapat di bagian bawah kulit
berfungsi sebagai insulator sehingga itik tahan dingin walau berada dalam air
untuk jangka waktu yang cukup lama.
3.2. Perbedaan Unggas Darat dan
Unggas Air
Perbedaan
unggas darat dan air dimulai dari bentuk paruh. Unggas darat memilki paruh yang
lancip, sedangkan pada unggas air paruh berbentuk pipih, ini dikarenakan jenis
makanan yang berbeda. Unggas air memiliki kaki berselaput, ini dikarenakan agar
unggas air dapat berjalan dilumpur. Ukuran tembolok
pada unggas darat lebih besar daripada unggas air, dengan demikian unggas darat
mempunyai kemampuan yang lebih besar lebih besar dalam menyimpan makanan
sementara. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al., (2008), yang menyatakan bahwa tembolok berperan sebagai
tempat penyimpanan pakan, di tembolok terjadi percampuran sekresi saliva dari
mulut yang dilanjutkan aktivitasnya di tembolok.
4.2. Anatomi
dan Identifikasi Penyakit Ternak Unggas
4.2.1. Sistem Pencernaan Unggas
|
|
Sumber : Data Primer Praktikum
Produksi Ternak Unggas, 2012
Ilustrasi 7. Anatomi
Sistem Pencernaan
Unggas
Keterangan :
1. Esofagus 6. Seka
2. Tembolok 7.
Usus besar
3. Proventrikulus 8.
Rektum
4. Ventrikulus 9.
Kloaka
5. Usus
Halus
Berdasarkan hasil praktikum pengamatan terhadap sistem
pencernaan ayam hampir sama dengan sistem pencernaan itik. Sistem pencernaan
pada ayam terdiri dari paruh, esophagus, tembolok, proventrikulus, ventrikulus, usus halus,
seca, usus besar, rektum, dan kloaka. Sistem pencernaan pada itik terdiri dari
paruh, esophagus,
tembolok, proventrikulus, ventrikulus, usus halus, seca, usus besar, rektum,
dan kloaka. Hal ini sesuai dengan pendapat
Suprijatna et al., (2008) yang
menyatakan bahwa saluran pencernaan unggas terdiri dari mulut, esophagus, crop,
proventrikulus, gizzard, duodenum,
usus halus, ceca, rectum dan kloaka. Sedangkan organ asesori terdiri dari pankreas
dan hati. Ditambahkan oleh Yuwanta (2004) bahwa urutan mekanisme pencernaan
pada unggas adalah dimulai dari paruh dan berakhir di kloaka.
Berdasarkan
hasil praktikum diperoleh panjang paruh ayam jantan dan itik jantan
masing-masing yakni 4 cm dan 7 cm. Paruh itik lebih panjang daripada paruh
ayam. Paruh itik berbentuk pipih, sedangkan paruh ayam berbentuk runcing dan
pendek. Hal ini terjadi karena pakan yang dikonsumsi oleh ayam dan itik
berbeda. Ayam lebih menyukai pakan yang berbentuk butiran seperti jagung,
sehingga paruhnya runcing. Sedangkan itik lebih menyukai pakan yang bertekstur
lembek dan berbentuk cair, sehingga bentuk paruhnya pipih dan panjang. Hal ini
dimaksud untuk mempermudah itik mengambil pakannya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suprijatna et al., (2008)
yang menyatakan bahwa bentuk dan tekstur pakan yang dikonsumsi unggas dapat
berpengaruh terhadap bentuk paruh. Ditambahkan oleh Yuwanta (2004) bahwa di
dalam paruh terdapat kelenjar saliva yang berguna untuk membasahi pakan agar
mudah ditelan.
Esophagus
pada ayam jantan dan itik jantan masing-masing mempunyai panjang sebesar 4 cm
dan 26 cm. Esophagus sendiri merupakan organ penghubung antara paruh dengan
proventikulus. Hal ini sesuai dengan pendapat Isnaeni (2006) yang menyatakan
bahwa esophagus bertugas membawa makanan dari mulut ke lambung dengan bantuan
gerakan peristaltik. Ditambahkan oleh Suprijatna et al., (2008) bahwa esophagus berupa pipa tempat pakan melalui saluran ini dari bagian
belakang mulut (pharinx) ke
proventrikulus.
Tembolok pada ayam jantan dan itik
jantan panjangnya masing-masing adalah 5 cm dan 4 cm. Tembolok pada itik
terlihat tidak berkembang daripada ayam. Hal ini terjadi karena pakan yang
dikonsumsi itik teksturnya lembek. Berbeda dengan ayam, yang pakannya berupa
biji-bijian. Ayam menyimpan cadangan pakannya di dalam tembolok. Hal ini sesuai
dengan pendapat Yuwanta (2004) yang menyatakan bahwa tembolok itik tidak
berkembang sebagaimana pada ayam. Ditambahkan oleh pendapat Suprijatna et al., (2008) bahwa tembolok berperan
sebagai tempat penyimpanan pakan, sedikit atau bahkan tidak ada proses
pencernaan di sini, kecuali pencampuran sekresi saliva dari mulut.
Pakan
yang berada di dalam tembolok (crop) tadi kemudian diteruskan ke proventrikulus
dan ventrikulus (gizzard).
Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan hasil bahwa panjang proventrikulus pada
ayam jantan dan itik jantan masing-masing 4 cm dan 5 cm. Sedangkan panjang gizzard pada ayam dan itik masing-masing
adalah 5 cm dan 6,5 cm. Proventrikulus meruapakan saluran setelah esophagus dan
merupakan organ yang mensekresikan protein dan lemak. Sedangkan gizzard merupakan kepanjangan dari organ
proventrikulus yang berguna sebagai tempat penghancuran makanan. Hal ini
sessuai dengan pendapat Suprijatna et
al., (2008) yang menyatakan bahwa di dalam proventrikulus terjadi sekresi
pepsinogen untuk membantu proses pencernaan protein dan sekresi HCl untuk
membantu proses pencernaan lemak oleh glandular
cell. Ditambahkan oleh Yuwanta (2004) bahwa fungsi utama dari empedal adalah memecah dan melumatkan
pakan serta mencampurkannya dengan air menjadi pasta yang dinamakan chymne.
Usus halus merupakan organ setelah gizzard. Usus halus dibagi menjadi tiga
bagian yakni duodenum, jejunum dan ileum. Panjang duodenum, jejunum dan ileum
pada ayam dan itik masing-masing adalah 18 cm, 45 cm, 9 cm dan 58 cm, 21 cm, 63 cm. Hal ini sesuai dengan pendapat
Yuwanta (2004) yang menyatakan bahwa Usus halus (small intestine) dinamakan juga intestinum tenue terbagi menjadi tiga bagian yakni duodenum,
jejunum dan ileum. Duodenum terdapat pada bagian yang paling atas dari usus
halus dan panjangnya mencapai lebih dari 24 cm. Pada bagian ini terjadi
pencernaan yang paling aktif dengan proses hidrolisis dari nutrien kasar berupa
pati, lemak dan protein. Jejunum dan ileum merupakan kelanjutan dari duodenum.
Pada bagian ini proses pencernaan dan penyerapan zat makanan yang belum
diselesaikan pada duodenum dilanjutkan sampai tinggal bahan yang tidak dapat
tercerna. Ditambahkan oleh Suprijatna et
al., (2008) bahwa di dalam usus halus terjadi proses penyerapan sari-sari
makanan dan merupakan tempat terjadi pencernaan secara sempurna.
Pada saluran pencernaan ayam dan
itik jantan ditemukan juga ceka, ceka ayam dan itik masing-masing mempunyai
panjang 12 cm dan 12 cm pada ceka kanannya, dan panjang 11,5 cm dan 15 cm pada
ceka kirinya. Berdasarkan pengamatan secara kasat mata, ceka pada itik
bentuknya lebih berkembang daripada ceka pada ayam. Hal ini terjadi dikarenakan
itik mempunyai daya digesti yang tinggi untuk mencerna serat kasar, sehingga
cekanya berkembang. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Yuwanta (2004) yang
menyatakan bahwa pada bagian sekum ceka, juga terjadi digesti serat kasar.
Kemampuan mencerna serat kasar pada bangsa itik lebih besar daripada ayam,
sehingga ceka itik lebih berkembang daripada ayam. Ditambahkan oleh pendapat
Suprijatna et al., (2008) bahwa di
dalam ceka terjadi sedikit penyerapan air dan sedikit karbohidrat, protein dan
serat dicerna berkat bantuan beberapa bakteri mikrobia.
Panjang
usus besar ayam jantan dan itik jantan adalah 9 cm dan 10,5 cm. Bentuk usus
besar melebar dari saluran usus halus menuju ke kloaka. Kloaka meruapakan
bagian akhir dari saluran pencernaan, berbentuk seperti tabung dan merupakan
muara pertemuan antara tiga saluran. Panjang kloaka pada ayam jantan dan itik
jantan masing-masing adalah 2,5 cm dan 2 cm. Hal ini sesuai dengan pendapat
Suprijatna et al., (2008) yang
berpendapat bahwa panjang usus besar bisa mencapai 10 cm. Bentuknya melebar dan
terdapat pada bagian usus halus ke kloaka. Ditambahkan pula oleh pendapat Isnaeni
(2006) bahwa kloaka merupakan
pertemuan atau muara bagi saluran pengeluaran sistem pencernaan, urinari, dan
genital.
Hati, pankreas dan empedu merupakan
organ tambahan atau organ asesori dari sistem pencernaan pada unggas.
Berturut-turut panjang dari hati, pankreas dan empedu pada ayam jantan dan itik
jantan adalah 7 cm, 18 cm , 2 cm dan 7 cm, 11 cm , 3 cm. Hal ini sesuai dengan pendapat
Yuwanta (2004) yang menyatakan bahwa organ tambahan pada unggas meliputi
pankreas, hati dan lien (spleen). Meskipun dinamakan organ tambahan, namun
fungsi organ ini sangat penting untuk mensekresikan enzim pencernaan. Ditambahkan
oleh Suprijatna et al., (2008) bahwa hati
dan pankreas membantu menghasilkan sekresi untuk pencernaan meskipun makanan
yang masuk tidak melalui organ tersebut.
4.2.2. Sistem Respirasi Unggas
Hasil
pengamatan terhadap sistem respirasi pada ayam (unggas darat) dan itik
(unggas air) adalah
sebagai berikut :

Sumber : Data Primer Praktikum
Produksi Ternak Unggas, 2012
Ilustrasi 8. Anatomi Sistem Respirasi Unggas
Keterangan
:
1. Trakea
2. Bronchus
3. Broncheolus
4. Syrinx
5. Paru-paru
Berdasarkan
hasil praktikum pengamatan terhadap sistem respirasi ayam hampir sama dengan sistem respirasi itik. Sistem respirasi pada ayam
terdiri dari trakea, bronchus, broncheolus dan
paru-paru. Yang membedakan sitem respirasi ayam dengan sistem respirasi itik
adalah pada itik terdapat syrinx yang
terdapat pada batang tenggorokan. Syrinx
merupakan bagian dari trakea yang menggelembung dan berfungsi sebagai pita
suara. Syrinx antara itik jantan dan betina berbeda, dimana syrinx pada itik jantan berkembang sedangkan pada itik betina
kurang berkembang. Syrinx pada itik
jantan percobaan berwarna putih agak jernih dan berfungsi untuk pengeluaran
suara sehingga suara itik jantan menjadi lebih nyaring dari pada itik betina. Syrinx menjadi pembeda yang jelas antara
ayam dan itik pada sistem respirasi. Bronkus merupakan percabangan dari trakea.
Trakea merupakan saluran pernafasan yang tersusun atas tulang rawan yang
berbuku-buku. Broncheolus merupakan percabangan dari bronkus yang terletak di
dalam paru-paru. Paru-paru maupun kantong udara berfungsi sebagai cooling mechanism (mekanisme
pendinginan) bagi tubuh bila kelembaban dikeluarkan lewat pernapasan dalam
bentuk uap air. Hal ini sesuai dengan pendapat Isnaeni (2006) yang
menyatakan bahwa sistem respirasi unggas terdiri dari nostril, trachea, syrinx,
bronkus, brocheolus dan paru-paru. Ditambahkan oleh pendapat Suprijatna et al., (2008) bahwa apabila dibandingkan dengan mamalia,
paru-paru ayam relatif lebih kecil secara proporsional dengan ukuran tubuhnya.
Paru-paru tersebut mengembang dan berkontraksi hanya sedikit dan tidak terdapat
diafragma sejati. Ditambahkan juga oleh pendapat dari Isnaeni (2006) yang
menyatakan bahwa bentuk
paru-paru seperti spons dan sifatnya elastis sehingga dapat menempati seluruh
ruangan cafum thorax. Paru-paru dibatasi oleh tulang rusuk. dan
merupakan organ vital dalam sistem pernafasan unggas, karena paru-paru
merupakan pengatur sirkulasi udara dalam tubuh unggas.
4.2.3. Sistem Reproduksi Unggas
4.2.3.1. Sistem Reproduksi Unggas Jantan
Hasil
pengamatan terhadap sistem reproduksi pada ayam jantan (unggas darat) dan itik jantan
(unggas air) adalah sebagai berikut :
![]() |
Sumber : Data Primer Praktikum
Produksi Ternak Unggas, 2012
Ilustrasi 9. Anatomi Sistem Reproduksi Unggas Jantan
Keterangan
1. Testis
2. Vas deferens
3. Kloaka
Berdasarkan
hasil praktikum didapatkan hasil bahwa ayam jantan dan itik jantan memiliki
saluran reproduksi meliputi dua buah testis yang letaknya di dorsal area rongga
tubuh dan dekat dengan akhir anterior ginjal. Testis berbentuk seperti biji
buah buncis dengan warna putih krem. Pada unggas tidak memiliki skrotum di sebelah luar tubuh seperti pada jenis
ternak lainnya. Hal
ini sesuai dengan pendapat Yuwanto (2004) yang menyatakan bahwa testis terletak
di rongga badan dekat tulang belakang, melekat pada bagian dorsal dari rongga
abdomen dan dibatasi oleh ligamentum
mesorchium, berdekatan dengan aorta dan
vena cava atau di belakang paru-paru
bagian depan dari ginjal. Pada saat pengamatan, testis itik ukurannya lebih
kecil dari testis ayam. Testis ayam jantan berukuran 4 cm, sedangkan testis
itik jantan berukuran 1,5 cm. Hal ini terjadi karena itik yang menjadi bahan
percobaan berat badannya sangat kurus. Hal ini sesuai dengan pendapat
Suprijatna et al., (2008) yang
menyatakan bahwa ukuran testis besarnya berbeda-beda menurut umur dan besarnya
unggas. Ditambahkan pula oleh Isnaeni
(2006) bahwa testis berfungsi sebagai tempat pembentukan spermatogenesis dan
sekresi hormon testoteron.
Selain
testis, organ lain yang termasuk dalam sistem reproduksi unggas jantan adalah
vas deferens. Vas defferens merupakan saluran yang berfungsi menyalurkan sperma
dan berhubungan dengan kloaka. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Suprijatna et al., (2008) yang menyatakan bahwa sistem reproduksi unggas jantan sederhana sekali, yaitu
terdiri dari dua testis yang masing-masing mempunyai sebuah saluran sperma yang
bernama vas deferens dan sebuah kloaka yang menjadi muara dari sistem
reproduksi tersebut. Ditambahkan oleh Yuwanta (2004) bahwa saluran deferens ini
akhirnya bermuara di kloaka pada daerah proktodeum yang bersebelahan dengan
urodeum dan koprodeum. Di dalam saluran deferens, sperma mengalami pemasakan
dan penyimpanan sebelum diejakulasikan.
4.2.3.1. Sistem Reproduksi Unggas Betina
Hasil
pengamatan terhadap sistem reproduksi pada ayam betina (unggas darat) dan itik betina
(unggas air) adalah sebagai berikut :
![]() |
Sumber : Data Primer Praktikum
Produksi Ternak Unggas, 2012
Ilustrasi 10. Anatomi Sistem Reproduksi Unggas
Betina
Keterangan
1. Oviduk 6.
Uterus
2. Yolk 7.
Vagina
3. Infundibulum 8.
Kloaka
4. Magnum 9.
Ovarium
5. Ishtmus
Berdasarkan
hasil praktikum didapatkan hasil bahwa sistem reproduksi ayam betina dan itik
betina terdiri dari satu ovarium dan satu oviduk. Ovarium terletak pada rongga
badan sebelah kiri. Di ovarium terdapat bulatan-bulatan yang disebut sebagai
folikel. Pada pengamatan, dapat diamati folikel ayam berbeda dengan folikel
itik terutama dilihat dari ukuran warnanya. Folikel ayam bewarna
kekuning-kuningan dan besar, sedangkan pada itik folikelnya bewarna putih kecil.
Hal ini menunjukkan bahwa itik yang diamati belum memproduksi telur dan masih
tergolong itik muda. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al., (2008) yang menyatakan bahwa
ovarium ayam betina biasanya terdiri dari 5-6 folikel yang sedang berkembang,
bewarna kuning besar (yolk) dan
sejumlah besar folikel putih kecil yang menunjukkan sebagai kuning telur yang
belum dewasa. Ditambahkan oleh pendapat dari Yuwanta (2004) bahwa pada unggas
yang belum dewasa, ovarium dan oviduknya adalah kecil dan belum berkembang.
Perkembangan folikel-folikel ovarium dirangsang oleh follicle stimulating hormone (FSH)
dari kelenjar ptiutari anterior.
Oviduk unggas betina merupakan
pipa yang melipat yang sebagian besar terletak pada sisi bagian kiri rongga
perut. Sama seperti di organ ovarium, berdasarkan pengamatan yang dilakukan
oviduk itik berukuran lebih kecil daripada oviduk ayam. Hal ini terjadi karena
itik masih sangat muda sehingga oviduknya belum terlihat jelas. Hal ini sesuai
dengan pendapat Suprijatna et al., (2008)
yang menyatakan bahwa pada seekor unggas yang belum dewasa, oviduk berukuran
kecil. Ukuran oviduk meningkat pada saat ayam produktif dan besarnya selalu mengalami
perubahan sejalan dengan aktivitasnya. Oviduk terbagi menjadi lima bagian,
dimulai dari infundibulum yang befungsi untuk menangkap dan menelan yolk sehingga mengakibatkan yolk masuk ke dalam oviduk. Magnum, yang
mensekresikan albumen. Isthmus, dimana
membran kerabang bagian dalam dan luar dibentuk disini sebagai suatu
pembentukan kembali bentuk akhir dari telur. Uterus, yang merupakan kelenjar
kerabang utama. Bagian berikutnya adalah vagina, disini kutikula ditimbun pada
kerabang untuk mengisi sebagian pori-pori kerabang. Dan bagian terakhir adalah
kloaka yang fungsinya sebagai pengeluaran telur. Hal ini dibenarkan oleh
pendapat Yuwanta (2004) yang menyatakan bahwa bagian-bagian yang terdapat dalam
oviduk meliputi infundibilum (papilon),
magnum, isthmus, uterus, vagina dan
berujung di kloaka. Ditambahkan juga oleh pendapat Suprijatna et al., (2008) yang menyatakan bahwa
oviduk memiliki sistem penyediaan darah yang baik dan memiliki dinding-dinding
otot yang hampir selalu bergerak selama pembentukan telur berlangsung.
4.2.4. Sistem Urinari Unggas
Hasil
pengamatan terhadap sistem urinari pada ayam (unggas darat) dan
itik (unggas air) adalah sebagai berikut :

Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2012
Ilustrasi 11. Anatomi Sistem Urinari Unggas
Keterangan
1. Ginjal
2. Ureter
3. Kloaka
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil bahwa sistem
urinari ayam dan itik sama, yakni terdiri dari ginjal, ureter dan kloaka. Ginjal
pada unggas berlokasi di belakang paru-paru dan menempel pada tulang punggung. Pada
pengamatan, didapatkan hasil bahwa ukuran ginjal ayam berbeda dengan ukuran
ginjal itik. Ukuran ginjal ayam relatif lebih kecil dari ginjal itik. Hal ini
terjadi karena jenis bahan pakan yang dikonsumsi antara ayam dan itik berbeda.
Hal ini sesuai dengan pendapat dari Isnaeni (2006) yang menyatakan bahwa terdapat
perbedaan antara ukuran ginjal ayam dan ginjal itik. Ditambahkan oleh Suprijatna
et al., (2008) bahwa ginjal terdiri
dari banyak tubulus kecil atau nephron yang menjadi unit fungsional utama dari
ginjal dan mempunyai fungsi untuk memproduksi urine melalui proses filtrasi
darah dan reabsorpsi beberapa nutrien.
Selain ginjal, organ urinari pada unggas yang lain adalah
ureter dan kloaka. Ureter
berfungsi mengalirkan urin dari ginjal ke urethra. Sedangkan kloaka berfungsi
sebagai muara saluran urinari. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al., (2008) yang menyatakan bahwa suatu
saluran, yaitu ureter menghubungkan masing-masing ginjal dengan kloaka. Urine
pada unggas tersusun atas asam urat yang bercampur dengan feses pada kloaka dan
keluar sebagai kotoran berupa material bewarna putih seperti pasta yang disebut
ekskreta. Ditambahkan pula oleh pendapat dari Yuwanta (2004) bahwa kloaka
merupakan tempat keluarnya ekskreta karena urodeum dan koprodeum terletak
berhimpitan.
4.2.5. Identifikasi Penyakit pada Unggas
Berdasarkan hasil praktikum
didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa ayam dan itik yang digunakan dalam
praktikum tidak terdapat penyakit, menunjukkan ciri-ciri ternak yang sehat,
aktif, mata bersinar sehingga ayam dan itik tersebut dapat dikatakan sehat.
Penyakit pada ayam dan itik dapat terjadi melalui tangan, pakaian, alat-alat
yang dipergunakan dalam pelayanan, dapat juga dari ternak ke ternak dan dari
kelompok ke kelompok serta penularan lewat makanan.Hal tersebut sesuai dengan pendapat Yuwanta (2004) yang menyatakan bahwa penetasan telur pada beberapa mesin penetas juga
dapat menjadi perantara penularan penyakit. Selain ditularkan melalui hal-hal
tersebut, beberapa serangga dan binatang lain seperti tikus, burung, siput dan
lain-lain dapat juga membawa penyakit dan sebagai perantara penularan. Penyakit
ternak ayam dapat ditularkan lewat hubungan antara ayam yang sakit dengan ayam
yang sehat dan hubungan ayam yang sehat dengan tempat, perlengkapan dan
lingkungan yang terinfeksi penyakit. Menurut Suprijatna et al. (2008) ternak ayam yang telah sembuh juga dapat bertindak sebagai penghantar
penyakit (carrier) oleh karenanya perhatian terhadap ayam yang perlu
ditingkatkan dan sebagaimana dikemukakan di atas pencegahan sangat dianjurkan
sebelum penyakit masuk atau menyerang pada ternak ayam.
4.3. Formulasi
Ransum Ternak Unggas
Penyumbang energi dalam ransum
diperoleh dari bahan seperti jagung giling, bekatul, bungkil kedelai, tepung
ikan dan premix. jagung sebagai penyuplai energi terbesar yaitu 3370 kkal/Kg.
Kandungan energi metabolis akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi ternak.
Jika energi metabolis tinggi maka ransum akan dikomsumsi dalam jumlah sedikit
hal ini disebabkan dalam kualitas ransum yang sedikit terdapat energi yang
besar.
Tabel 1. Formulasi Ransum
No
|
Bahan pakan
|
Tabel NRC
|
Komposisi
|
Ransum
|
Harga
|
||
|
|
Pk (%)
|
EM (kkal/kg)
|
(%)
|
PK
|
EM
|
(Rp/kg)
|
1.
|
Jagung giling
|
8,6
|
3370
|
55
|
4,73
|
1853,5
|
693
|
2.
|
Bekatul
|
12
|
2860
|
20
|
2,4
|
572
|
225
|
3.
|
Bungkil kedelai
|
48
|
2240
|
17
|
8,16
|
380,8
|
382,5
|
4.
|
Tepung ikan
|
72
|
3190
|
7
|
5,04
|
223,3
|
178,5
|
5.
|
Premix
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
45
|
|
Total
|
|
|
|
20,33
|
3029,6
|
1524,00
|
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi
Ternak Unggas, 2012
Tabel 2. Hasil Organoleptik Bahan Pakan
Bahan Pakan
|
Bentuk
|
Tekstur
|
Warna
|
Bau
|
Jagung Giling
Bekatul
Bungkil kedelai
Tepung Ikan
Premix
|
Crumble
Mash
Crumble
Mash
Mash
|
Kasar
Halus
Kasar
Kasar
Halus
|
Kuning
Krem tua
Kuning kecoklatan
Coklat
Krem muda
|
Khas jagung
Khas bekatul
Khas kedelai
Amis
Khas premix
|
Sumber : Data Primer Praktikum
Produksi Ternak Unggas, 2012
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data
formulasi ransum untuk PK jagung giling sebesar 4,73%, bekatul 2,4%, bungkil kedelai 8,16%, dan tepung ikan 5,04%. Hal ini sesuai
pendapat Mulyono (2004) bahwa pada periode starter
gizi yang penting adalah untuk pertumbuhan. Gizi ini dapat diperoleh dari
protein kasar (crude protein) kebutuhan protein 17%. Pemberian pakan dengan
kandungan protein yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan, tidak menunjukkan
peningkatan kecepatan pertumbuhan. Akan tetapi jika ayam diberi pakan dengan
kadar protein yang lebih rendah akan mengakibatkan pertumbuhan yang lebih
lambat dan menimbulkan turunnya efisiensi penggunaan pakan. Ditambahkan Martawijaya (2004) bahwa bahan
pencampuran atau bahan baku ransum ada berbagai jenis tetepi secara umum dapat
digolongkan menjadi dua yaitu bahan baku nabati dan bahan baku hewani. Bahan
baku nabati yang diberikan umumnya biji-bijian. Bahan baku nabati merupakan
sumber energi terbaik untuk itik dan cara pengadaannya relatif mudah. Sementara
itu bahan baku hewani dapat diperoleh dengan memanfaatkan hewan yang ada
disekitar lokasi peternakan misalnya bekicot, keong, katak, siput, dan cacing.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa unggas dibagi
menjadi dua jenis yaitu unggas darat dan unggas air. Pada unggas darat selaput
(foot web) tidak berkembang sedangkan pada unggas air selaput (foot web)
berkembang dengan baik. Pada umumnya unggas jantan memiliki feather sex untuk
menarik pasangannya sedangkan unggas betina tidak.Sistem pencernaan pada ayam
dan itik terdapat perbedaan. Hal ini disebabkan karena makanan yang dikonsumsi itik lebih banyak
mengandung air sedangkan makanan yang dikonsumsi ayam lebih lunak dan lebih
mudah dicerna, misalnya berupa biji-bijian.Sistem resirasi pada ayam dan itik
berbeda yaitu pada itik memiliki syrinx. Salah satu tujuan dalam
penyusunan ransum adalah supaya didapatkan pakan dengan harga yang relatif murah
namun dengan kualitas yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Ichwan, W. 2003. Membuat Pakan Ayam Ras Pedaging.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Yogyakarta.
Martawijaya, E. 2004. Panduan Beternak Itik Petelur Secara Intensif.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Mulyono, S. 2004. Memelihara Ayam Buras Berorientasi
Agribisnis. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudradjad. 2002. Ayam
Bangkok. Penebar Swadaya. Jakarta
Suharno, B. 2006. Beternak Itik Secara
Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suprijatna, E., U. Atmomarsonodan R.
Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Yuwanta, T. 2008. Dasar Ternak Unggas Cetakan ke-5.Kanisius,
Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar